Senin, 08 Juni 2015

MAKALAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (PSIKOLOGI PENDIDIKAN)



Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen pengampu : Nuraida, Msi




Disusun oleh :
Afra Rahma Ramadhani         11140182000035
Istihani Arofah                        11140182000050
                                             Indri Rahmawati

Dwi Febryyani A.                   11140182000061

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015



KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillah pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua, serta tak lupa sholawat serta salam kami curahkan pada junjungan Nabi Besar Nabi Muhammad SAW. akhirnya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.
Penulisan makalah ini ditujukan agar lebih memahami klasifikasi tentang anak berkebutuhan khusus, serta karakteristiknya. Apa yang pemakalah sajikan dalam penulisan ini merupakan sebuah pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus.
Terima kasih pemakalah ucapkan kepada dosen pengampu Ibu Nuraida M.Pd, selaku pembimbing mata kuliah Psikologi Pendidikan, dan pemakalah mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan support dan arahan dalam membantu penyusunan makalah ini.
Pemakalah mengucapkan mohon maaf apabila dalam makalah ini banyak kekurangan maupun kesalahan, pemakalah mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar disampaikan kepada pemakalah sebagai bahan evaluasi pemakalah.

Ciputat, 23 Mei 2015


Pemakalah


DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................. i
Daftar isi..................................................................................................................................... ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang................................................................................................................. 1
B.     Rumusan masalah............................................................................................................ 1
C.     Tujuan penulisan............................................................................................................. 1

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian anak berkebutuhan khusus............................................................................ 2
B.     Karakteristik anak berkebutuhan khusus........................................................................ 2
C.     Pendidikan inklusi........................................................................................................... 6
D.    Klasifikasi anak berkebutuhan khusus............................................................................ 8

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................................... 22
B.     Saran............................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 23



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Beberapa jumlah siswa yang diidentifikasi sebagai siswa yang mengalami hambatan khusus berasal dari kelompok minoritas-etnis dan keluarga-keluarga berpenghasilan rendah. Dan secara historis, anggota dari beberapa kelompok minoritas, kurang terwakili dalam program-program yang menyangkut orang-orang berbakat.
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa perbedaan dalam kondisi lingkungan turut memainkan peran terhadap besarnya jumlah siswa dari berbagai latar belakang yang mengikuti pendidikan khusus. Sebagai contoh, siswa yang berasal dari sejumlah kelompok minoritas-etnis cenderung hidup dalam lingkungan keluarga berpenghasilan rendah, dimana jaminan kesehatan yang kurang memadai, lingkungan yang tercemar, tekanan hidup yang tinggi, dan kurangnya akses memperoleh layanan pendidikan prasekolah dapat berkontribusi terhadap kemampuan intelektual yang lebih rendah dan masalah perilaku yang lebih serius.
Berbagai kelompok yang tidak seimbang dalam berbagai kategori hambatan khusus menimbulkan dilema bagi pendidik. Di satu sisi, kita tidak ingin menggunakan kategori seperti keterbelakangan mental atau gangguan emosi dan perilaku untuk siswa-siswa yang perilaku dan performanya dikelas mungkin terutama disebabkan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak mendukung. Di sisi lain, kita juga tidak ingin siswa ini tidak memperoleh layanan pendidikan khusus yang mungkin dapat sangat membantu mereka agar dapat belajar dan berhasil lebih baik dalam jangka panjang.
B.     Rumusan Masalah
1.      Memahami klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
2.      Memahami Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
3.      Memahami Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus.

C.     Tujuan Penulisan
1.      Dapat menjelaskan tentang Anak Berkebutuhan Khusus
2.      Dapat memahami Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
3.      Dapat mengerti tentang Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
“Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai kebutuhan baik permanen maupun sementara untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan yang disebabkan oleh :
1.      Kondisi sosial-emosi
2.      Kondisi ekonomi
3.      Kondisi politik
4.      Kelainan bawaan maupun yang didapat kemudian”[1]
Anak berkebutuhan khusus menurut ahli :
1.      “Mulyono (2006) : anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan  anak-anak yang tergolong cacat atau menyandang ketentuan dan juga anak yang  berbakat.
2.      Heward : anak berkebutuhan khusus adalah anak dngan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.”[2]
B.     Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
“Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di sini adalah anak yang mengalami penyimpangan sedemikian rupa dari anak normal baik dalam hal karakteristik mental, fisik, sosial, emosi ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus supaya dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Jelas dari definisi itu anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan/program khusus dalam pendidikannya supaya potensinya/kemampuannya dapat berkembang secara optimal. Dalam pembahasan ini anak berkebutuhan khusus hanya dibatasi dengan lima anak berkebutuhan khusus diantaranya ; anak tunanetra, anak tunarungu, anak terbelakang, anak tunadaksa, dan anak tunalaras.
Dalam segi perkembangan intelektual rata-rata semua jenis anak berkebutuhan khusus terhambat bahkan ada yang terlambat sekali. Hal ini tergantung tingkat intensitas kelainannya dan derajat kedalaman pengalaman yang diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi pada umumnya mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, meskipun di balik itu mengalami kemudahan dalam menyesuaikan dengan sesama anak berkebutuhan khusus yang sama kelainannya. Kesulitan menyesuaikan diri dapat terjadi karena adanya rasa rendah diri yang disebabkan adanya kelainan ataupun keterbatasan dalam kesanggupannya menyesuaikan diri.
Dilihat dari segi stabilitas emosinya, nampak bahwa pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa, tersinggung, konflik diri dan sebagainya. Hal ini muncul diduga karena keterbatasannya di dalam gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Sedangkan dalam segi komunikasi juga mengalami hambatan atau gangguan terutama bagi mereka yang mempunyai kelainan cukup berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya : yang mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau perabaan, gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatannya dan sebagainya.
1.      Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunanetra
Yang dimaksud dengan anak tunanetra adalah anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Karena kekurangan daya penglihatan dan bahkan tidak adanya kemampuan melihat sama sekali, anak tunanetra memiliki kekhasan tingkah laku dan kepribadian serta kondisi fisik lainnya yang tidak dimiliki oleh individu yang awas, sehingga pada umumnya mereka tidak dapat berkembang setaraf dengan orang awas.
Karakteristik anak tunanetra di antaranya sebagai berikut :
·         Anak tunanetra tidak mengharapkan simpati dari orang lain, tetapi mengharapkan diperlukan sebagaimana orang lain dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat mandiri di kemudian hari.
·         Dia tidak mampu mengamati bagaimana orang lain melakukan sesuatu.
·         Pada umumnya mempunyai kepribadian yang relatif berbeda dengan anak awas, misalnya merasa rendah diri, hidupnya tidak terarah dan tak bermakna, mudah mengalami frustasi dan sebagainya.
·         Pada umumnya memiliki perbedaan yang cukup tajam di dalam menanggapi dan mereaksi lingkungan.
Dari karakteristik yang dimilikinya muncullah beberapa jenis masalah yang dihadapi individu terutama yang dihadapi oleh murid-murid sekolah. Masalah yang dimaksud sekurang-kurangnya dapat digolongkan sebagai berikut :
1)      Masalah pengajaran
Misalnya : kesulitan dalam menangkap pelajaran yang verbalistik, menggunakan buku, kesulitan dalam hal menuli dan membaca, dll.
2)      Masalah pendidikan
Misalnya, susah dalam memilih ektrakulikuler yang sesuai dengan bakat, dll.
3)      Masalah gangguan emosi
Misalnya, perasaan mudah tersinggung, mudah marah, dll.
4)      Masalah penyesuain diri
Misalnya, susah menyesuaikan diri dengan yang lain, dll.


2.      Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunarungu
Seseorang dikatakan tunarungu bila seseorang itu tidak memiliki atau masih memiliki sisa pendengaran sedemikian rendahnya sehingga tidak dapat berfungsi untuk kehidupan sehari-hari sebagaimana pada umumnya baik dengan atau tanpa menggunakan alat bantu mendengar.
Berbicara masalah anak tunarungu tidak dapat dipisahkan dengan anak tunawicara. Karena secara faktual antara keduanya ini sulit diditeksi dalam waktu singkat, meskipun yang selalu dapat dilihat itu ketidakmampuannya dalam berkomunikasi.
a.       Karakteristik fisik, meliputi :
·         Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk karena daya keseimbangan terganggu;
·         Gerakkan kaki dan tangannya lincah/cepat sebab sering digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya, sebagai pengganti bahasa lainnya;
·         Gerakan matanya cepat dan bringas, apabila organ ini tidak dijaga dengan baik dapat berakibat kemampuan melihat menurun karena selalu digunakan sebagai pengganti alat pendengarannya;
·         Kemampuan pernapasannya pendek-pendek terganggu, sehingga tidak mampu berbahasa dengan baik.
b.      Karakteristik dalam segi bicara/bahasa, meliputi :
·         Biasanya individu yang tuli juga mengalami ketidakmampuan dalam berbahasa;
·         Tunarungu yang diperoleh sejak lahir dapat belajar bicara dengan suara normal;
·         Dia kurang menguasai irama dan gaya bahasa;
·         Dia mengalami kesulitan dalam berbahasa verbal dan pasif dalam berbahasa.

c.       Karakteristik kepribadiannya, meliputi :
·         Anak tunarungu yang tidak berpendidikan cenderung murung, penuh curiga.
·         Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat berpengaruh terhadap ketidakmampuan dalam penyesuaian mental maupun emosi; dan
·         Anak tunarungu menunjukkan kondisi yang lebih neurotik, mengalami ketidakamanan, dan berkepribadian tertutup ( introvert ).
d.      Karakteristik emosi dan sosialnya, meliputi :
·         Suka menafsirkan secara negatif
·         Kurang mampu dalam mengendalikan emosinya dan sering emosinya bergejolak
·         Memiliki rasa cemburu dan merasa di perlakukan tidak adil serta sulit bergaul.
Masalah-masalah lainnya, sebagai berikut :
1)      Masalah komunikasi
2)      Masalah pribadi
3)      Masalah pengajaran atau kesulitan belajar
4)      Masalah penggunaan waktu terluang
5)      Masalah pembinaan keterampilan dan pekerjaan
3.      Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran dengan program khusus.
a.       Karakteristik mental, meliputi :
·         Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang berbeda;
·         Mereka tidak mampu memberikan kritik;
·         Kemampuan asosiasinya terbatas;
·         Kapastitas inteleknya sangat rendah.
b.      Karakteristik fisik, meliputi :
·         Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata. Misalnya; adanya ketidaksamaan/ketidakserasian anatar kepala dan wajah (muka), dari ukuran besar kepala ada yang besar atau ada yang kecil, dll.
·         Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan berjalan.
·         Pemeliharaan diri kurang (terutama yang tingkat bawah)
c.       Karakteristik sosial-emosi, meliputi :
·         Ada kecenderungan tidak mampu menyesuaikan diri.
·         Minat permainan mereka tidak cocok dengan anak yang seusianya.
·         Memiliki problem emosi dan tingkah laku.
Kemungkinan-kemungkinan masalah yang dihadapi anak terbelakang dalam konteks pendidikan, diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut :
1)      Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
2)      Masalah kesulitan belajar
3)      Masalah penyesuaian diri
4)      Masalah penyaluran ke tempat kerja
5)      Masalah gangguan kepribadian dan emosi

4.      Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunadaksa
Yang dimaksud dengan anak tunadaksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah bentuk atau berupa gangguan dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian yang mungkin karena bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau berjalan perlu alat bantu.
a.       Karakteristik kepribadian, meliputi :
·         Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman.
·         Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang diderita.
·         Adanya kelainan fisik tidak mempengaruhi kepribadian atau ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri.
b.      Karakteristik emosi-sosial, meliputi :
·         Kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak tunadaksa dapat berakibat timbulnya emosi.
·         Menyingkirkan diri dari keramaian.
·         Cenderung acuh ketika dikumpulkan pada anak-anak normal.
c.       Karakteristik intelegensi, meliputi :
·         Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dengan kecacatan, tetapi ada beberapa kecenderungan yakni adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatan meningkat.
·         IQ anak tunadaksa rata-rata normal.
d.      Karakteristik fisik, meliputi :
·         Biasanya disamping mengalami cacat tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-gangguan lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, dll.
·         Kemampuan motoriknya terbatas.
Penggolongan masalah lainnya, antara lain :
1)      Masalah kesulitan belajar
2)      Masalah sosialisasi
3)      Masalah kepribadian
4)      Masalah keterampilan
5)      Masalah latihan gerak”[3]

C.    Pendidikan Inklusif
“Pendidikan inklusif adalah pendidikan untuk :
1.      Semua anak dan orang dewasa yang butuh belajar
2.      Anak-anak daan orang dewasa yang mempunyai kemampuan tinggi seperti talenta dan anak cerdas
3.      Orang-orang dengan hambatan fisik maupun psikis baik yang permanen maupun sementara seperti gangguan emosional dan tingkah laku, gangguan penglihatan,pendengaran,kesulitan belajar,disfungsi otak,gangguan motorik dsb
4.      Orang-orang yang terpinggirkan seperti anak jalanan, pekerja anak, dan pemakai bahan minoritas
kelompok sasaran dalam pendidikan inklusif itu bukan anak yang berkelainan saja tapi meliputi sebagian besar anak yang belajar. oleh karenanya sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus.”[4]
D.   Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
A.    Anak Berkebutuhan Khusus Temporer
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan mereka memerlukan pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.
B.     Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
1.      Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Secara umum tunanetra dikelompokkan menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low vision), buta (blind), dan buta total (totally blind). Anak yang memiliki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia ringan) masih dapat dikoreksi dengan bantuan kacamata dan bisa mengikuti pendidikan seperti anak lainnya, sehingga tidak dikelompokkan pada tunanetra.
Ketunanetraan dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 hal, yaitu tingkat ketajaman penglihatan,saat terjadinya ketunanetraan serta adaptasi pendidikannya.

a.       Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
1)      Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70 feet-20/200 feet disebut tunanetra kurang lihat (low vision). Pada taraf ini para penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus.
2)      Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60m atau 2/200 feet atau kurang, dikatakan tunanetra berat atau secara umum dapat dikatakan buta (blind). Kelompok ini masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi tunanetra yang masih dapat melihat gerakan tangan dan tunanetra yang hanya dapat membedakan terang dan gelap.
3)      Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun dan disebut buta total.

b.      Berdasarkan Saat Terjadinya Ketunanetraan
1)      Tunanetra sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini masih belum mempunyai konsep penglihatan. Oleh karena itu, peran orang tua sangat besar untuk melatih penggunaan indra-indra yang masih dimilikinya.
2)      Tunanetra batita (di bawah 3 tahun)
Konsep penglihatan yang telah dimiliki lama kelamaan akan hilang sehingga kesan-kesan visual atau konsep-konsep tentang benda atau lingkungan yang dimilikinya tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, orang-orang di sekitarnya perlu membantu mengulang kembali segala sesuatu yang telah dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat.
3)      Tunanetra balita (3-5 tahun)
Konsep penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Peran orang tua dan guru TK sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang telah dimiliki.
4)      Tunanetra pada usia sekolah (6-12 tahun)
Konsep penglihatan telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang banyak dan bermanfaat bagi perkembangan pendidikannya. Namun demikian, mereka harus tetap mendapat perhatian khusus dari orang tua dan gurunya dalam menempuh pendidikannya karena mereka cenderung mengalami guncangan jiwa. Oleh karena itu, tugas para guru adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyatan sehingga anak dapat berkembang dan menambah pengalamannya dalam ketunanetraannya.
5)      Tunanetra remaja (13-19 tahun)
Anak remaja sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Namun, ketunanetraan pada usia remaja dapat menimbulkan guncangan jiwa yang sangat berat karena terjadi konflik batin dan jasmani.
6)      Tunanetra dewasa (19 tahun ke atas)
Pada umumnya di usia dewasa ini mereka sudah memiliki keterampilan dan kemungkinan pekerjaan yang diharapkan untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Ketunanetraan yang dialaminya menjadi pukulan yang sangat berat dan menimbulkan guncangan jiwa atau putus asa. Oleh karena itu, mereka hendaknya mendapatkan layanan dan bimbingan baik secara jasmani, maupun rohani secara khusus.

c.       Berdasarkan Adaptasi Pendidikan
Klasifikasi ini berdasarkan ketajaman penglihatan. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu sebagai berikut :
1)      Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability)
Pada taraf ini, mereka dapat melakukan tugas – tugas visual yang dilakukan oleh orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup.
2)      Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability)
Pada taraf ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas- tugas visual.
3)      Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability)
Pada taraf ini, mereka mendapat kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan menulis huruf awas. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan  penglihatannnya sebagai alat pendidikan sehingga indra peraba dan pendengaran memegang peranan pentimg dalam menempuh pendidikannya.

2.      Anak dengan Gangguan Pendengaran dan / Wicara (Tunarungu)
Anak dengan gangguan pendengaran sering disebut tunarungu. Istilah tunarungu dirasa lebih halus daripada tuli. Klasifikasi tunarungu:
a.       Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)      Tunarungu ringan (mild hearing loss) anatara 27-40 dB.
Siswa yang mengalami kondisi ini sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang strategis.
2)      Tunarungu sedang (moderate hearing loss) anatara 41-55 dB.
Ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara.
3)      Tunarungu agak berat (moderately severe hearing loss) antara 56-70dB.
Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu menggunakan hearing aid.
4)      Tunarungu berat (severe hearing loss) antara 71-90dB.
Ia hanya dapat mendengar suara – suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya.
5)      Tunarungu berat sekali (profound hearing loss)
Pada kondisi ini mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) daripada pola suara.

b.      Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan:
1)      Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
2)      Ketunarunguan pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara  dan bahasa berkembang.

c.       Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)      Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinay kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
2)      Tunarungu tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oelh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus chochlearis).
3)      Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan antara tipe konduktif dan sensorineural, artinya kerusakan terjadi pada telinga luar / tengah dengan telinga dalam/saraf pendengaran.

d.      Berdasarkan etiologi atau asal usulnya, ketunarunguan dibagi menjadi :
1)      Tunarungu endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
2)      Tunarungu eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan keturunan).

3.      Anak dengan Kelainan Kecerdasan di bawah Rata-rata (Tunagrahita)
Anak dengan kelainan kecerdasan di bawah rata – rata sering disebut dengan istilah tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita yang dikemukakan oleh AAMD (Halaman, 1982:43) sebagai berikut:
a.       Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70 – 55 ringan)
b.      Moderate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55 – 40 sedang)
c.       Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40 – 25 berat)
d.      Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah) (sangat berat).

Pengelompokkan tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani (tipe klinis) :
a.       Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
b.      Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi lambat.
c.       Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri -ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
d.      Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
e.       Macrocephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.

4.      Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa (gifted and talented)
a.       Cerdas istimewa (gifted IQ 140-179 and genius IQ 180 ke atas) anak dengan IQ di atas rata-rata.
Gifted, yang termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi menonjol dan terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2)      Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3)      Berinisiatif, kreatif, dan original dalam menunjukkan gagasan.
4)      Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistematis dan kritis.
5)      Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati.
6)      Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
7)      Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah.

Genius, pada kelompok ini bakat dan keistimewaannya telah tampak sejak kecil. Misalnya, umur 2 tahun mulai belajar membaca dan pada umur empat tahun belajar bahasa asing. Kelompok ini mempunyai kecerdasan yang sangat luar biasa. Walaupun tidak sekolah, mereka mampu menemukan dan memecahkan masalah. Jumlahnya sangat sedikit, namun terdapat semua ras dan bangsa, semua jenis kelamin, serta dalam semua tingkatan ekonomi. Contoh orang yang jenius, antara lain: John Stuart Mill (IQ 200), Francis Galton (IQ 200), dan Goethe (IQ 185).

Menurut Francis Galto Goethe
Ciri-ciri anak jenius:
a)      Punya kemampuan bernalar yang bagus.
b)      Bisa belajar dengan cepat.
c)      Punya perbendaharan kata yang luas.
d)     Punya kemampuan mengingat yang bagus.
e)      Bisa konsentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya.
f)       Sensitif perasaannya dan mudah merasa “tertusuk”.
g)      Cepat menunjukkan rasa peduli.
h)      Perfeksionis dan intensif.
b.      Bakat istimewa (talented) anak dengan bakat khusus (akademik atau non akademik.
Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai ”gifted & talented children”.
Bakat khusus akademik yaitu bakat yang sejak awal sudah ada yang berkaitan dengan intelektual, seperti bakat dalam mata pelajaran matematika, bakat bidang bahasa dan bakat ilmu.
Bakat khusus non akademik yaitu bakat yang sejak awak sudah ada dan terarah pada suatu lapangan yang terbatas, seperti bakat musik, bakat melukis, dan bakat seni.

5.      Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa).
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak (tulang, sendi, otot). Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ciri-ciri anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut:
a)      Jari tangan kaku dan tidak dapat mengenggam.
b)      Ada bagian anggota gerak yang tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
c)      Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur, bergetar)
d)     Terdapat cacat pada anggota gerak
e)      Anggota gerakl ayu, kaku, lemah/lumpuh.
Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa), contohnya:
·         Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
·         Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palsy)
6.      Anak Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).
Anak Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku) memiliki ciri-ciri, diantaranya:
a.       Cenderung membangkang.
b.      Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c.       Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.
d.      Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
e.       Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah, sering bolos, jarang masuk sekolah.

Anak dengan gangguan perilaku dan emosi, dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Anak dengan gangguan perilaku
1)      Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
2)      Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
3)      Anak dengan gangguan perilaku taraf berat
b.      Anak dengan gangguan emosi
1)      Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
2)      Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
3)      Anak dengan gangguan emosi taraf berat

7.      Anak Dengan Kesulitan Belajar Spesifik (specific learning disability)
Menurut Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997): Istilah “kesulitan belajar spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan dimana gangguan yang terjadi dapat termanifestasikan menjadi kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika. Menurut Association for Children and Adult with Learning Disability (ACALD) Kesulitan belajar spesifik” adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari faktor neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi dan /atau kemampuan verbal dan/atau non verbal.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan tugas akademik dan pembelajaran. Kesulitan-kesulitan tersbut seperti kesulitan berfikir, membaca, berhitung, berbicara. Karakteristik anak berkesulitan belajar spesifik antara lain:
a.       Pada masa kanak-kanak:
1)      Kesulitan mengekspresikan diri.
2)      Lambat dalam mengerjakan tugas seperti mengikat sepatu
3)      Tidak perhatian, mudah terganggu
4)      Ketidakmampuan mengikuti arahan karena ketidakmampuan memahami instruksi lisan.
5)      Lemah dalam ketrampilan bermain di lapangan.

b.      Pada usia remaja dan dewasa:
1)      Kesulitan dalam memproses informasi auditori
2)      Kehilangan barang-barang miliknya, keterampilan mengatur lemah
3)      Lambat dalam membaca, pemahaman rendah
4)      Kesulitan dalam mengingat nama orang dan tempat
5)      Kesulitan mengatur ide untuk menulis

Anak-anak yang termasuk kedalam kesulitan belajar spesifik meliputi:
a.       Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia), ciri-cirinya seperti:
1)      Perkembangan kemampuan membaca terlambat
2)      Kemampuan memahami isi bacaan rendah
3)      Serta ketika membaca sering banyak kesalahan.

b.      Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) ciri-cirinya:
1)      Ketika menyalin tulisan sering terlambat selesai, sering salah menulis huruf.
2)      Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
3)      Tulisannya banyak salah atau terbalik atau huruf hilang
4)      Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

c.       Anak yang kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) ciri-cirinya seperti:
1)      Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =, 
2)      Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan.
3)      Sering salah membilang dengan urut.
4)      Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya.
5)      Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

 Cara pengajaran anak berkesulitan belajar di sekolah antara lain:
a.       Pemberdayaan sensori visual dapat dilakukan dengan :
1)      Diskriminasi visual, pembelajaran dengan mencari perbedaan dan persamaan huruf atau suku kata. Misal : Mintalah anak untuk membedakan kata-kata yang hampir sama, seperti : batu, bata, tabu.
2)      Memori visual. Misal : Guru menunjukkan suatu kata selama beberapa detik lalu menyembunyikannya. Siswa berupaya mengingat huruf-huruf yang ada dalam kata itu.
3)      Menyebutkan nama huruf. Misal : Minta anak mencari kata dengan huruf depan ‟m‟ atau ‟w‟ di majalah lalu menggunting dan ditempel di buku kegiatan.

b.      Pemberdayaan sensori auditori dapat dilakukan dengan cara :
1)      Irama, ini penting untuk belajar tentang ’word familiar’ (kata dengan bunyi sama). Siswa diajarkan untuk melengkapi puisi atau sajak a-a-a.
2)      Blending (menggabung huruf).
Langkah pengajarannya :
1)      Ucapkan dua suku kata yang berbeda (Ba-Tu).
2)      Minta anak mengulang dan bantu ia mengenali 2 suku kata pembentuknya
3)      Memori auditori.
4)      Ucapkan kalimat sederhana dan minta anak mengulang. Kalimat dapat ditingkatkan semakin panjang.
5)      Minta anak menghafal puisi atau lagu.

8.      Anak Lamban Belajar (slow learner)
Anak lamban belajaradalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan untuk belajar dan  menyesuaikan diri, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi penyebab anak lamban belajar antara lain karena masalah tingkat konsentrasinya yang rendah, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah sosial dan emosional.
a.       Karakteristik Anak Yang Lamban Belajar
1)      Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6
2)      Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya
3)      Daya tangkap terhadap pelajaran lambat
4)      Pernah tidak naik kelas.
b.      Bimbingan Terhadap Siswa Yang Lambat Belajar
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar antara lain:
1)      Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi
a)      Ubahlah cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan. Siswa yang mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk memperlambat laju pembelajaran, melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan, dan gunakan media dalam pembelajaran untuk lebih membantu siswa berkonsentrasi belajar.
b)      Adakan pertemuan dengan siswa. Dalam pertemuan ini seorang guru memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c)      Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran. Dengan cara  membawa mereka dekat dengan kita sebagai guru secara fisik dan harfiah akan membawa si anak lebih dekat kepada proses pengajaran.
d)     Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang, seperti dengan memberikan penghargaan atas kehadirannya.
e)      Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan   menyelesaikan tugas. Siswa mungkin merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena terlambat menyelesaikan dibanding temannya. Guru haruslah membuat penyesuaian dalam jumlah tugas maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan masing-masing individu.
f)       Ajarkan self-monitoring of attention. Melatih siswa untuk memonitor perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer. Hal ini akan membantu menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan perhatian juga bisa berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan memperhatikan.

2)      Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat.
a)      Ajarkan menggaris bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing ingatan. Guru harus memberi tahu siswa cara memilih kalimat dan istilah kunci untuk diberi garis bawah.
b)      Perbolehkan menggunakan alat bantu memori. Karena alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat dan bisa jadi juga sebagai alat pengajaran.
c)      Biarkan siswa yang mengalami masalah sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan membagi tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes kemampuan penguasaan lebih sering.
d)     Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran disampaikan.

3)      Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi.
a)      Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”. Ini berguna untuk untuk mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan suatu pertanyaan mengenai materi baru.
b)      Menunda ujian akhir dan penilaian. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara terbaik.
c)      Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”. Siswa biasanya memiliki perasaan akan gagal berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan kepercayaan diri bagi siswa ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya.

4)      Bimbingan bagi anak dengan masalah social dan emosional
a)      Buatlah sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses. Siswa berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan dikelas dan merasa ikut serta di dalamnya. Jangan sampai mereka merasa tidak memilki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain.
b)      Membentuk kesadaran tentang diri dan orang lain. Membantu siswa menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan kesempatan yang berarti bagi perkembangan sosial dan emosional.
c)      Mengajarkan sikap positif. Ketika siswa berkesulitan belajar menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan lebih positif.
d)     Minta bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan.

9.      Anak Autis
Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri.
Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anakpenyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002). Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan definisi autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi. Gejala-gejala anak autis tampak sejak lahir, biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.

Berikut beberapa gejala-gejala anak autis:
a.       Tidak bermain dengan teman sebaya dengan cara yang sesuai
b.      Terlambat bicara/tak bisa bicara tanpa kompensasi penggunaan isyarat
c.       Penggunaan bahasa yang berulang
d.      Minat yang terbatas dan abnormal dalam intensitas dan fokus
e.       Sensitifitas berlebihan /kurang sensitif
f.       Terdapat bakat-bakat dibidang membaca, aritmatika, menggambar, mengeja, olahraga, komputer
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut :
a.       Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh.
b.      Anak Autis di sekolah Khusus.
c.       Anak Autis di SLB.
d.      Anak Autis hanya menjalani terapi

BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Dari pembahasan dan uraian materi diatas, Kami menyimpulkan beberapa poin :
·         Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai kebutuhan baik permanen maupun sementara.
·         Pendidikan inklusif akan melibatkan sejumlah besar anak yang masuk sekolah, termasuk di dalamnya anak berkebutuhna khusus. Dengan demikian kelas yang inklusif akan menjadi kelas yang beragam. Pemahaman terhadap anak berkebutuhan khusus sangatlah penting dalam pendidikan inklusif.
·         kelompok sasaran dalam pendidikan inklusif itu bukan anak yang berkelainan saja tapi meliputi sebagian besar anak yang belajar. oleh karenanya sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus.

 
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,dkk,Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Upi Press
Winda, andria, dalam situs nya anak berkebutuhan khusus (diakses pada 23 Mei  2015)
Abdul Salim Chairi, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung: Alfabeta.
IG.A.K.Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ihsan. 2009. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses dari http://ihsan.com/artikel/karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus.html pada tanggal 23 Mei 2015.
Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Yogyakarta: Bumi Aksara


[1] Drs.hidayat,dkk,Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Upi Press
[2] Winda, andria, dalam situs nya anak berkebutuhan khusus (diakses pada 23 Mei  2015)
[3] Drs.hidayat,dkk,Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Upi Press
[4] Ibid, hlm 2
 











1 komentar:

  1. Hello Good People!

    BEMF Psikologi Universitas Gunadarma proudly present the last and biggest event "Psychology Innovation in Art, Social and Education (PIASE) 2016

    PIASE 2016 bertemakan "Let Your Mind Be Colored", adalah suatu rangkaian acara seni yang berlandaskan adanya unsur sosial dan edukasi yang dapat memberikan kelengkapan pemenuhan fungsi indera manusia yang mencangkup proses visual, auditori dan sensoris.

    PIASE 2016 memiliki berbagai rangkaian acara yaitu:
    1. Singing Competition
    2. Talkshow Musik
    3. Talkshow Anak Berkebutuhan Khusus
    4. Psychology Village (COMING SOON)
    5. Closing Stage (COMING SOON)

    Want to know more? Don't forget to follow us on our media social accounts!
    Line Official: @jgh7002f
    Instagram: @piase_UG2016
    Twitter: @piase_UG2016
    Path: PIASE UG 2016
    Facebook: PIASE GUNADARMA

    #PIASE2016 #SATUPSIKOLOGI

    BalasHapus