Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen pengampu : Nuraida, Msi
Disusun oleh :
Istihani Arofah 11140182000050
Indri Rahmawati
Dwi Febryyani A. 11140182000061
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah pemakalah panjatkan kehadirat Allah
SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua, serta tak lupa
sholawat serta salam kami curahkan pada junjungan Nabi Besar Nabi Muhammad SAW.
akhirnya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berkaitan dengan anak
berkebutuhan khusus.
Penulisan makalah ini ditujukan agar lebih memahami
klasifikasi tentang anak berkebutuhan khusus, serta karakteristiknya. Apa yang
pemakalah sajikan dalam penulisan ini merupakan sebuah pengetahuan tentang anak
berkebutuhan khusus.
Terima kasih pemakalah ucapkan kepada dosen pengampu Ibu
Nuraida M.Pd, selaku pembimbing mata kuliah Psikologi Pendidikan, dan pemakalah
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan support dan arahan
dalam membantu penyusunan makalah ini.
Pemakalah mengucapkan mohon maaf apabila dalam makalah
ini banyak kekurangan maupun kesalahan, pemakalah mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca agar disampaikan kepada pemakalah sebagai bahan evaluasi pemakalah.
Ciputat, 23 Mei 2015
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................................. i
Daftar isi..................................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang................................................................................................................. 1
B.
Rumusan masalah............................................................................................................ 1
C.
Tujuan penulisan............................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian anak berkebutuhan khusus............................................................................ 2
B. Karakteristik anak
berkebutuhan khusus........................................................................ 2
C. Pendidikan inklusi........................................................................................................... 6
D. Klasifikasi anak
berkebutuhan khusus............................................................................ 8
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................... 22
B.
Saran............................................................................................................................. 22
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................. 23
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa jumlah siswa yang diidentifikasi
sebagai siswa yang mengalami hambatan khusus berasal dari kelompok
minoritas-etnis dan keluarga-keluarga berpenghasilan rendah. Dan secara
historis, anggota dari beberapa kelompok minoritas, kurang terwakili dalam
program-program yang menyangkut orang-orang berbakat.
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa
perbedaan dalam kondisi lingkungan turut memainkan peran terhadap besarnya
jumlah siswa dari berbagai latar belakang yang mengikuti pendidikan khusus.
Sebagai contoh, siswa yang berasal dari sejumlah kelompok minoritas-etnis
cenderung hidup dalam lingkungan keluarga berpenghasilan rendah, dimana jaminan
kesehatan yang kurang memadai, lingkungan yang tercemar, tekanan hidup yang
tinggi, dan kurangnya akses memperoleh layanan pendidikan prasekolah dapat
berkontribusi terhadap kemampuan intelektual yang lebih rendah dan masalah
perilaku yang lebih serius.
Berbagai kelompok yang tidak seimbang dalam
berbagai kategori hambatan khusus menimbulkan dilema bagi pendidik. Di satu
sisi, kita tidak ingin menggunakan kategori seperti keterbelakangan mental atau
gangguan emosi dan perilaku untuk siswa-siswa yang perilaku dan performanya
dikelas mungkin terutama disebabkan kondisi lingkungan tempat tinggal yang
tidak mendukung. Di sisi lain, kita juga tidak ingin siswa ini tidak memperoleh
layanan pendidikan khusus yang mungkin dapat sangat membantu mereka agar dapat
belajar dan berhasil lebih baik dalam jangka panjang.
B. Rumusan Masalah
1. Memahami klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
2. Memahami Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Memahami Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan tentang Anak Berkebutuhan Khusus
2. Dapat memahami Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
3. Dapat mengerti tentang Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Berkebutuhan
Khusus
“Anak berkebutuhan khusus
adalah mereka yang mempunyai kebutuhan baik permanen maupun sementara untuk
memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan yang disebabkan oleh :
1.
Kondisi sosial-emosi
2.
Kondisi ekonomi
3.
Kondisi politik
4.
Kelainan bawaan maupun yang
didapat kemudian”[1]
Anak berkebutuhan khusus menurut ahli :
1. “Mulyono (2006) : anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau
menyandang ketentuan dan juga anak yang berbakat.
2. Heward : anak berkebutuhan khusus adalah anak dngan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.”[2]
B.
Karakteristik
Anak Berkebutuhan Khusus
“Anak berkebutuhan khusus yang dimaksud di
sini adalah anak yang mengalami penyimpangan sedemikian rupa dari anak normal
baik dalam hal karakteristik mental, fisik, sosial, emosi ataupun kombinasi
dari hal-hal tersebut, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus supaya
dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Jelas dari definisi itu anak
berkebutuhan khusus memerlukan layanan/program khusus dalam pendidikannya
supaya potensinya/kemampuannya dapat berkembang secara optimal. Dalam
pembahasan ini anak berkebutuhan khusus hanya dibatasi dengan lima anak
berkebutuhan khusus diantaranya ; anak tunanetra, anak tunarungu, anak
terbelakang, anak tunadaksa, dan anak tunalaras.
Dalam segi perkembangan intelektual rata-rata
semua jenis anak berkebutuhan khusus terhambat bahkan ada yang terlambat
sekali. Hal ini tergantung tingkat intensitas kelainannya dan derajat kedalaman
pengalaman yang diberikan kepadanya.
Dalam segi sosialisasi pada umumnya mereka
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, meskipun di
balik itu mengalami kemudahan dalam menyesuaikan dengan sesama anak
berkebutuhan khusus yang sama kelainannya. Kesulitan menyesuaikan diri dapat
terjadi karena adanya rasa rendah diri yang disebabkan adanya kelainan ataupun
keterbatasan dalam kesanggupannya menyesuaikan diri.
Dilihat dari segi stabilitas emosinya, nampak
bahwa pada umumnya emosi kurang stabil, mudah putus asa, tersinggung, konflik
diri dan sebagainya. Hal ini muncul diduga karena keterbatasannya di dalam
gerak, wawasan dan mengendalikan diri.
Sedangkan dalam segi komunikasi juga mengalami
hambatan atau gangguan terutama bagi mereka yang mempunyai kelainan cukup
berat, meskipun terbantu dengan kemampuan-kemampuan lainnya, misalnya : yang
mengalami gangguan penglihatan dapat diatasi dengan pendengaran atau perabaan,
gangguan pendengaran dapat diatasi dengan penglihatannya dan sebagainya.
1. Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunanetra
Yang dimaksud dengan anak tunanetra adalah
anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik kelainan
itu bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam
pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Karena kekurangan daya penglihatan dan bahkan
tidak adanya kemampuan melihat sama sekali, anak tunanetra memiliki kekhasan
tingkah laku dan kepribadian serta kondisi fisik lainnya yang tidak dimiliki
oleh individu yang awas, sehingga pada umumnya mereka tidak dapat berkembang
setaraf dengan orang awas.
Karakteristik anak tunanetra di antaranya sebagai berikut :
·
Anak tunanetra tidak mengharapkan simpati dari
orang lain, tetapi mengharapkan diperlukan sebagaimana orang lain dan
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat mandiri di kemudian
hari.
·
Dia tidak mampu mengamati bagaimana orang lain
melakukan sesuatu.
·
Pada umumnya mempunyai kepribadian yang relatif
berbeda dengan anak awas, misalnya merasa rendah diri, hidupnya tidak terarah
dan tak bermakna, mudah mengalami frustasi dan sebagainya.
·
Pada umumnya memiliki perbedaan yang cukup
tajam di dalam menanggapi dan mereaksi lingkungan.
Dari karakteristik yang dimilikinya muncullah beberapa jenis masalah yang
dihadapi individu terutama yang dihadapi oleh murid-murid sekolah. Masalah yang
dimaksud sekurang-kurangnya dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Masalah pengajaran
Misalnya : kesulitan dalam menangkap pelajaran yang
verbalistik, menggunakan buku, kesulitan dalam hal menuli dan membaca, dll.
2) Masalah pendidikan
Misalnya, susah dalam memilih ektrakulikuler yang sesuai
dengan bakat, dll.
3) Masalah gangguan emosi
Misalnya, perasaan mudah tersinggung, mudah marah, dll.
4) Masalah penyesuain diri
Misalnya, susah menyesuaikan diri dengan yang lain, dll.
2. Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunarungu
Seseorang dikatakan tunarungu bila seseorang
itu tidak memiliki atau masih memiliki sisa pendengaran sedemikian rendahnya
sehingga tidak dapat berfungsi untuk kehidupan sehari-hari sebagaimana pada
umumnya baik dengan atau tanpa menggunakan alat bantu mendengar.
Berbicara masalah anak tunarungu tidak dapat
dipisahkan dengan anak tunawicara. Karena secara faktual antara keduanya ini
sulit diditeksi dalam waktu singkat, meskipun yang selalu dapat dilihat itu
ketidakmampuannya dalam berkomunikasi.
a. Karakteristik fisik, meliputi :
·
Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk
karena daya keseimbangan terganggu;
·
Gerakkan kaki dan tangannya lincah/cepat sebab
sering digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya, sebagai pengganti
bahasa lainnya;
·
Gerakan matanya cepat dan bringas, apabila
organ ini tidak dijaga dengan baik dapat berakibat kemampuan melihat menurun
karena selalu digunakan sebagai pengganti alat pendengarannya;
·
Kemampuan pernapasannya pendek-pendek
terganggu, sehingga tidak mampu berbahasa dengan baik.
b. Karakteristik dalam segi bicara/bahasa, meliputi :
·
Biasanya individu yang tuli juga mengalami
ketidakmampuan dalam berbahasa;
·
Tunarungu yang diperoleh sejak lahir dapat
belajar bicara dengan suara normal;
·
Dia kurang menguasai irama dan gaya bahasa;
·
Dia mengalami kesulitan dalam berbahasa verbal
dan pasif dalam berbahasa.
c. Karakteristik kepribadiannya, meliputi :
·
Anak tunarungu yang tidak berpendidikan
cenderung murung, penuh curiga.
·
Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan
dapat berpengaruh terhadap ketidakmampuan dalam penyesuaian mental maupun
emosi; dan
·
Anak tunarungu menunjukkan kondisi yang lebih
neurotik, mengalami ketidakamanan, dan berkepribadian tertutup ( introvert ).
d. Karakteristik emosi dan sosialnya, meliputi :
·
Suka menafsirkan secara negatif
·
Kurang mampu dalam mengendalikan emosinya dan
sering emosinya bergejolak
·
Memiliki rasa cemburu dan merasa di perlakukan
tidak adil serta sulit bergaul.
Masalah-masalah lainnya, sebagai berikut :
1) Masalah komunikasi
2) Masalah pribadi
3) Masalah pengajaran atau kesulitan belajar
4) Masalah penggunaan waktu terluang
5) Masalah pembinaan keterampilan dan pekerjaan
3. Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami
keterbelakangan kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan
sosialnya sedemikian rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga
untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran
dengan program khusus.
a. Karakteristik mental, meliputi :
·
Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab
dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang berbeda;
·
Mereka tidak mampu memberikan kritik;
·
Kemampuan asosiasinya terbatas;
·
Kapastitas inteleknya sangat rendah.
b. Karakteristik fisik, meliputi :
·
Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik
dari bentuk rata-rata. Misalnya; adanya ketidaksamaan/ketidakserasian anatar
kepala dan wajah (muka), dari ukuran besar kepala ada yang besar atau ada yang
kecil, dll.
·
Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan
berjalan.
·
Pemeliharaan diri kurang (terutama yang
tingkat bawah)
c. Karakteristik sosial-emosi, meliputi :
·
Ada kecenderungan tidak mampu menyesuaikan
diri.
·
Minat permainan mereka tidak cocok dengan anak
yang seusianya.
·
Memiliki problem emosi dan tingkah laku.
Kemungkinan-kemungkinan masalah yang dihadapi
anak terbelakang dalam konteks pendidikan, diantaranya dapat disebutkan sebagai
berikut :
1) Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
2) Masalah kesulitan belajar
3) Masalah penyesuaian diri
4) Masalah penyaluran ke tempat kerja
5) Masalah gangguan kepribadian dan emosi
4. Karakteristik dan Permasalahan Anak Tunadaksa
Yang dimaksud dengan anak tunadaksa adalah
anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah bentuk atau berupa gangguan
dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian yang mungkin karena bawaan
sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau
berjalan perlu alat bantu.
a. Karakteristik kepribadian, meliputi :
·
Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah
memperoleh pengalaman.
·
Tidak ada hubungan antara pribadi yang
tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang diderita.
·
Adanya kelainan fisik tidak mempengaruhi
kepribadian atau ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri.
b. Karakteristik emosi-sosial, meliputi :
·
Kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dijangkau
oleh anak tunadaksa dapat berakibat timbulnya emosi.
·
Menyingkirkan diri dari keramaian.
·
Cenderung acuh ketika dikumpulkan pada
anak-anak normal.
c. Karakteristik intelegensi, meliputi :
·
Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan
dengan kecacatan, tetapi ada beberapa kecenderungan yakni adanya penurunan
sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatan meningkat.
·
IQ anak tunadaksa rata-rata normal.
d. Karakteristik fisik, meliputi :
·
Biasanya disamping mengalami cacat tubuh, ada
kecenderungan mengalami gangguan-gangguan lain, misalnya: sakit gigi,
berkurangnya daya pendengaran, dll.
·
Kemampuan motoriknya terbatas.
Penggolongan masalah lainnya, antara lain :
1) Masalah kesulitan belajar
2) Masalah sosialisasi
3) Masalah kepribadian
4) Masalah keterampilan
5) Masalah latihan gerak”[3]
C.
Pendidikan
Inklusif
“Pendidikan inklusif adalah
pendidikan untuk :
1.
Semua anak dan orang dewasa
yang butuh belajar
2.
Anak-anak daan orang dewasa yang
mempunyai kemampuan tinggi seperti talenta dan anak cerdas
3.
Orang-orang dengan hambatan
fisik maupun psikis baik yang permanen maupun sementara seperti gangguan
emosional dan tingkah laku, gangguan penglihatan,pendengaran,kesulitan
belajar,disfungsi otak,gangguan motorik dsb
4.
Orang-orang yang terpinggirkan
seperti anak jalanan, pekerja anak, dan pemakai bahan minoritas
kelompok
sasaran dalam pendidikan inklusif itu bukan anak yang berkelainan saja tapi
meliputi sebagian besar anak yang belajar. oleh karenanya sekolah hendaknya
mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial,
emosi, bahasa, ataupun kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar
berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan
khusus.”[4]
D.
Klasifikasi
Anak Berkebutuhan Khusus
A. Anak Berkebutuhan Khusus Temporer
Anak
berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi
karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar.
Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini
tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen. Anak
seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan
yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu
dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak anak-anak yang mempunyai
kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan mereka memerlukan pendidikan yang
disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.
B. Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Anak berkebutuhan khusus yang
bersifat permanen adalah anak-anak yang
mengalami hambatan belajar dan
hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi
kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran,
gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik),
gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan
kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan
anak penyandang kecacatan. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
1. Anak dengan Gangguan Penglihatan
(Tunanetra)
Secara umum
tunanetra dikelompokkan menjadi buta dan kurang lihat. Sebagian ahli
mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low
vision), buta (blind), dan buta
total (totally blind). Anak yang
memiliki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia
ringan) masih dapat dikoreksi dengan bantuan kacamata dan bisa mengikuti
pendidikan seperti anak lainnya, sehingga tidak dikelompokkan pada tunanetra.
Ketunanetraan
dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 hal, yaitu tingkat ketajaman
penglihatan,saat terjadinya ketunanetraan serta adaptasi pendidikannya.
a.
Berdasarkan Tingkat Ketajaman
Penglihatan
1)
Tunanetra dengan ketajaman
penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70 feet-20/200 feet disebut tunanetra kurang
lihat (low vision). Pada taraf ini
para penderita masih mampu melihat dengan bantuan alat khusus.
2)
Tunanetra dengan ketajaman
penglihatan antara 6/60m atau 2/200 feet atau kurang, dikatakan tunanetra berat
atau secara umum dapat dikatakan buta (blind).
Kelompok ini masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi tunanetra yang masih
dapat melihat gerakan tangan dan tunanetra yang hanya dapat membedakan terang
dan gelap.
3)
Tunanetra yang memiliki visus 0.
Pada taraf yang terakhir ini, anak sudah tidak mampu lagi melihat rangsangan
cahaya atau dapat dikatakan tidak dapat melihat apapun dan disebut buta total.
b.
Berdasarkan Saat Terjadinya
Ketunanetraan
1)
Tunanetra sebelum dan sejak lahir
Kelompok ini
masih belum mempunyai konsep penglihatan. Oleh karena itu, peran orang tua
sangat besar untuk melatih penggunaan indra-indra yang masih dimilikinya.
2) Tunanetra
batita (di bawah 3 tahun)
Konsep
penglihatan yang telah dimiliki lama kelamaan akan hilang sehingga kesan-kesan
visual atau konsep-konsep tentang benda atau lingkungan yang dimilikinya tidak terlalu
bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, orang-orang di
sekitarnya perlu membantu mengulang kembali segala sesuatu yang telah
dimengerti anak, saat ia masih dapat melihat.
3)
Tunanetra balita (3-5 tahun)
Konsep
penglihatan akan tetap terbentuk dengan cukup berarti sehingga akan menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah pendidikannya. Peran orang
tua dan guru TK sangat besar artinya dalam membina dan mengarahkan konsep yang
telah dimiliki.
4)
Tunanetra pada usia sekolah (6-12
tahun)
Konsep
penglihatan telah terbentuk dan mempunyai kesan-kesan visual yang banyak dan
bermanfaat bagi perkembangan pendidikannya. Namun demikian, mereka harus tetap
mendapat perhatian khusus dari orang tua dan gurunya dalam menempuh pendidikannya
karena mereka cenderung mengalami guncangan jiwa. Oleh karena itu, tugas para
guru adalah menyadarkan mereka agar mau menerima kenyatan sehingga anak dapat
berkembang dan menambah pengalamannya dalam ketunanetraannya.
5)
Tunanetra remaja (13-19 tahun)
Anak remaja
sudah memiliki kesan-kesan visual yang sangat mendalam. Kesan ini akan
bermanfaat dalam mendukung perkembangan kehidupan selanjutnya. Namun,
ketunanetraan pada usia remaja dapat menimbulkan guncangan jiwa yang sangat
berat karena terjadi konflik batin dan jasmani.
6)
Tunanetra dewasa (19 tahun ke atas)
Pada umumnya di usia dewasa ini
mereka sudah memiliki keterampilan dan kemungkinan pekerjaan yang diharapkan
untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Ketunanetraan yang dialaminya
menjadi pukulan yang sangat berat dan menimbulkan guncangan jiwa atau putus
asa. Oleh karena itu, mereka hendaknya mendapatkan layanan dan bimbingan baik
secara jasmani, maupun rohani secara khusus.
c.
Berdasarkan Adaptasi Pendidikan
Klasifikasi ini berdasarkan ketajaman penglihatan.
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu sebagai berikut :
1)
Ketidakmampuan melihat taraf sedang
(moderate visual disability)
Pada taraf
ini, mereka dapat melakukan tugas – tugas visual yang dilakukan oleh orang awas
dengan menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang
cukup.
2)
Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability)
Pada taraf
ini, mereka memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat
meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka
membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas- tugas visual.
3)
Ketidakmampuan melihat taraf sangat
berat (profound visual disability)
Pada taraf ini, mereka mendapat
kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca
dan menulis huruf awas. Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannnya sebagai alat pendidikan
sehingga indra peraba dan pendengaran memegang peranan pentimg dalam menempuh
pendidikannya.
2. Anak dengan Gangguan Pendengaran dan
/ Wicara (Tunarungu)
Anak dengan gangguan pendengaran
sering disebut tunarungu. Istilah tunarungu dirasa lebih halus daripada tuli.
Klasifikasi tunarungu:
a.
Berdasarkan tingkat kehilangan
pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tunarungu
ringan (mild hearing loss) anatara
27-40 dB.
Siswa yang mengalami kondisi ini
sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang
strategis.
2) Tunarungu
sedang (moderate hearing loss)
anatara 41-55 dB.
Ia dapat mengerti percakapan dari
jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat
mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara.
3) Tunarungu
agak berat (moderately severe hearing
loss) antara 56-70dB.
Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat
sehingga ia perlu menggunakan hearing aid.
4) Tunarungu
berat (severe hearing loss) antara 71-90dB.
Ia hanya dapat mendengar suara –
suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus
secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan
bicara dan bahasanya.
5) Tunarungu
berat sekali (profound hearing loss)
Pada kondisi ini mengalami
kehilangan pendengaran lebih dari 90dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang
keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) daripada pola suara.
b.
Berdasarkan saat terjadinya,
ketunarunguan dapat diklasifikasikan:
1) Ketunarunguan
prabahasa (prelingual deafness),
yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa
berkembang.
2) Ketunarunguan
pascabahasa (post lingual deafness),
yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan
bicara dan bahasa berkembang.
c.
Berdasarkan letak gangguan
pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Tunarungu
tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinay
kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat
konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
2) Tunarungu
tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oelh terjadinya kerusakan
pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus
chochlearis).
3) Tunarungu
tipe campuran yang merupakan gabungan antara tipe konduktif dan sensorineural,
artinya kerusakan terjadi pada telinga luar / tengah dengan telinga dalam/saraf
pendengaran.
d.
Berdasarkan etiologi atau asal
usulnya, ketunarunguan dibagi menjadi :
1) Tunarungu
endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
2) Tunarungu
eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan
keturunan).
3.
Anak dengan
Kelainan Kecerdasan di bawah Rata-rata (Tunagrahita)
Anak dengan
kelainan kecerdasan di bawah rata – rata sering disebut dengan istilah
tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita yang dikemukakan oleh AAMD (Halaman,
1982:43) sebagai berikut:
a. Mild mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 70 – 55 ringan)
b. Moderate mental retardation
(tunagrahita IQ-nya 55 – 40 sedang)
c. Severe mental retardation (tunagrahita
IQ-nya 40 – 25 berat)
d. Profound mental retardation
(tunagrahita IQ-nya 25 ke bawah) (sangat berat).
Pengelompokkan
tunagrahita berdasarkan kelainan jasmani (tipe klinis) :
a. Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut
demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit
dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar,
susunan gigi kurang baik.
b. Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri,
seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit
kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata,
telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi lambat.
c. Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri -ciri kepala
besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata
kadang-kadang juling.
d. Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang
kecil.
e. Macrocephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang
besar dari ukuran normal.
4.
Anak dengan
kecerdasan dan bakat istimewa (gifted and
talented)
a.
Cerdas istimewa (gifted IQ 140-179 and genius
IQ 180 ke atas) anak dengan IQ di
atas rata-rata.
Gifted, yang
termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi menonjol dan
terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Membaca pada
usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2) Memiliki
rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3) Berinisiatif,
kreatif, dan original dalam menunjukkan gagasan.
4) Mampu
memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistematis dan kritis.
5) Dapat
berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau
bidang yang diminati.
6) Mempunyai
daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
7) Senang
terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah.
Genius, pada kelompok ini bakat dan
keistimewaannya telah tampak sejak kecil. Misalnya, umur 2 tahun mulai belajar
membaca dan pada umur empat tahun belajar bahasa asing. Kelompok ini mempunyai
kecerdasan yang sangat luar biasa. Walaupun tidak sekolah, mereka mampu
menemukan dan memecahkan masalah. Jumlahnya sangat sedikit, namun terdapat
semua ras dan bangsa, semua jenis kelamin, serta dalam semua tingkatan ekonomi.
Contoh orang yang jenius, antara lain: John Stuart Mill (IQ 200), Francis
Galton (IQ 200), dan Goethe (IQ 185).
Menurut Francis Galto Goethe
Ciri-ciri anak jenius:
a) Punya
kemampuan bernalar yang bagus.
b) Bisa belajar
dengan cepat.
c) Punya
perbendaharan kata yang luas.
d) Punya
kemampuan mengingat yang bagus.
e) Bisa
konsentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya.
f) Sensitif
perasaannya dan mudah merasa “tertusuk”.
g) Cepat
menunjukkan rasa peduli.
h) Perfeksionis
dan intensif.
b.
Bakat istimewa (talented) anak dengan bakat khusus (akademik atau non akademik.
Anak yang memiliki potensi kecerdasan
istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented)
adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya
(anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai
”gifted & talented children”.
Bakat khusus
akademik yaitu bakat yang sejak awal sudah ada yang berkaitan dengan
intelektual, seperti bakat dalam mata pelajaran matematika, bakat bidang bahasa
dan bakat ilmu.
Bakat khusus
non akademik yaitu bakat yang sejak awak sudah ada dan terarah pada suatu
lapangan yang terbatas, seperti bakat musik, bakat melukis, dan bakat seni.
5.
Anak dengan
gangguan anggota gerak (tunadaksa).
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota
gerak (tulang, sendi, otot). Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi
fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.Dari segi fungsi fisik, tunadaksa
diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga
mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ciri-ciri
anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut:
a) Jari tangan kaku dan tidak dapat mengenggam.
b) Ada bagian anggota gerak yang
tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
c) Kesulitan dalam gerakan
(tidak sempurna,
tidak lentur,
bergetar)
d) Terdapat cacat pada anggota gerak
e) Anggota gerakl ayu, kaku,
lemah/lumpuh.
Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa),
contohnya:
·
Anak layuh anggota gerak tubuh
(polio)
·
Anak dengan gangguan fungsi syaraf
otak (cerebral palsy)
6.
Anak
Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).
Anak
Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku) memiliki ciri-ciri,
diantaranya:
a.
Cenderung membangkang.
b.
Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c.
Sering melakukan tindakan agresif,
merusak, mengganggu.
d.
Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
e.
Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah,
sering bolos, jarang masuk sekolah.
Anak dengan gangguan perilaku dan emosi,
dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Anak dengan gangguan perilaku
1)
Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
2)
Anak dengan gangguan perilaku taraf
sedang
3)
Anak dengan gangguan perilaku taraf
berat
b.
Anak dengan gangguan emosi
1) Anak dengan
gangguan emosi taraf ringan
2) Anak dengan
gangguan emosi taraf sedang
3) Anak dengan
gangguan emosi taraf berat
7.
Anak Dengan
Kesulitan Belajar Spesifik (specific learning disability)
Menurut
Federal law atau hukum federal (IDEA, 1997): Istilah “kesulitan belajar
spesifik” menerangkan semua anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih
proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan
atau tulisan dimana gangguan yang terjadi dapat termanifestasikan menjadi
kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, berbicara, membaca,
menulis, mengeja, atau mengerjakan perhitungan matematika. Menurut Association for Children and Adult
with Learning Disability (ACALD) “Kesulitan belajar spesifik”
adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari faktor neurologis yang
secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi dan /atau kemampuan verbal
dan/atau non verbal.
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang
mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses
syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan
tugas akademik dan pembelajaran. Kesulitan-kesulitan tersbut seperti kesulitan
berfikir, membaca, berhitung, berbicara. Karakteristik anak berkesulitan
belajar spesifik antara lain:
a.
Pada masa kanak-kanak:
1)
Kesulitan mengekspresikan diri.
2)
Lambat dalam mengerjakan tugas
seperti mengikat sepatu
3)
Tidak perhatian, mudah terganggu
4)
Ketidakmampuan mengikuti arahan
karena ketidakmampuan memahami instruksi lisan.
5)
Lemah dalam ketrampilan bermain di
lapangan.
b. Pada usia
remaja dan dewasa:
1)
Kesulitan dalam memproses informasi
auditori
2)
Kehilangan barang-barang miliknya,
keterampilan mengatur lemah
3)
Lambat dalam membaca, pemahaman
rendah
4)
Kesulitan dalam mengingat nama orang
dan tempat
5)
Kesulitan mengatur ide untuk menulis
Anak-anak yang termasuk kedalam
kesulitan belajar spesifik meliputi:
a.
Anak yang mengalami kesulitan
membaca (disleksia), ciri-cirinya seperti:
1)
Perkembangan kemampuan membaca
terlambat
2)
Kemampuan memahami isi bacaan rendah
3)
Serta ketika membaca sering banyak
kesalahan.
b.
Anak yang mengalami kesulitan
belajar menulis (disgrafia) ciri-cirinya:
1)
Ketika menyalin tulisan sering
terlambat selesai, sering salah menulis huruf.
2)
Hasil tulisannya jelek dan tidak
terbaca
3)
Tulisannya banyak salah atau
terbalik atau huruf hilang
4)
Sulit menulis dengan lurus pada
kertas tak bergaris.
c.
Anak yang kesulitan belajar
berhitung (diskalkulia) ciri-cirinya seperti:
1)
Sulit membedakan tanda-tanda: +, -,
x, :, >, <, =,
2)
Sulit mengoperasikan
hitungan/bilangan.
3)
Sering salah membilang dengan urut.
4)
Sering salah membedakan angka 9
dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya.
5)
Sulit membedakan bangun-bangun
geometri.
Cara pengajaran anak berkesulitan belajar di
sekolah antara lain:
a.
Pemberdayaan sensori visual dapat
dilakukan dengan :
1) Diskriminasi visual, pembelajaran dengan mencari perbedaan dan persamaan
huruf atau suku kata. Misal : Mintalah anak untuk membedakan kata-kata yang
hampir sama, seperti : batu, bata, tabu.
2) Memori visual. Misal : Guru menunjukkan suatu kata selama beberapa
detik lalu menyembunyikannya. Siswa berupaya mengingat huruf-huruf yang ada
dalam kata itu.
3) Menyebutkan nama huruf. Misal : Minta anak mencari kata dengan huruf depan ‟m‟
atau ‟w‟ di majalah lalu menggunting dan ditempel di buku kegiatan.
b.
Pemberdayaan sensori auditori dapat
dilakukan dengan cara :
1) Irama, ini penting untuk belajar tentang ’word familiar’ (kata dengan
bunyi sama). Siswa diajarkan untuk melengkapi puisi atau sajak a-a-a.
2) Blending (menggabung huruf).
Langkah pengajarannya :
1)
Ucapkan dua suku kata yang berbeda
(Ba-Tu).
2)
Minta anak mengulang dan bantu ia
mengenali 2 suku kata pembentuknya
3)
Memori
auditori.
4)
Ucapkan kalimat sederhana dan minta
anak mengulang. Kalimat dapat ditingkatkan semakin panjang.
5)
Minta anak menghafal puisi atau
lagu.
8.
Anak Lamban
Belajar (slow learner)
Anak lamban belajaradalah anak
yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi
intelektual di bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan untuk
belajar dan menyesuaikan diri, sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Masalah-masalah yang mungkin bisa jadi
penyebab anak lamban belajar antara lain karena masalah tingkat konsentrasinya
yang rendah, daya ingat yang lemah, kognisi, serta masalah sosial dan
emosional.
a.
Karakteristik
Anak Yang Lamban Belajar
1)
Rata-rata prestasi belajarnya kurang
dari 6
2)
Dalam menyelesaikan tugas-tugas
akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya
3)
Daya tangkap terhadap pelajaran
lambat
4)
Pernah tidak naik kelas.
b.
Bimbingan
Terhadap Siswa Yang Lambat Belajar
Ada banyak
hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan bimbingan terhadap
siswa yang lambat belajar antara lain:
1)
Bimbingan
bagi anak dengan masalah konsentrasi
a)
Ubahlah
cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan. Siswa yang
mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan
terlalu cepat. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk memperlambat
laju pembelajaran, melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan, dan gunakan
media dalam pembelajaran untuk lebih membantu siswa berkonsentrasi belajar.
b)
Adakan
pertemuan dengan siswa. Dalam pertemuan ini seorang guru memberikan
penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat
berguna bagi siswa.
c)
Bimbing
siswa lebih dekat ke proses pengajaran. Dengan cara membawa mereka dekat dengan kita sebagai guru
secara fisik dan harfiah akan membawa si anak lebih dekat kepada proses
pengajaran.
d)
Berikan
dorongan secara langsung dan berulang-ulang, seperti dengan memberikan
penghargaan atas kehadirannya.
e)
Utamakan
ketekunan perhatian daripada kecepatan
menyelesaikan tugas. Siswa mungkin merasa kecil hati dan tidak
diperhatikan bila mereka dihukum karena terlambat menyelesaikan dibanding
temannya. Guru haruslah membuat penyesuaian dalam jumlah tugas maupun waktu
yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan masing-masing
individu.
f)
Ajarkan
self-monitoring of attention. Melatih siswa untuk memonitor perhatian mereka sendiri
sewaktu-waktu dengan menggunakan timer. Hal ini akan membantu menciptakan
perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan perhatian juga bisa
berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan memperhatikan.
2)
Bimbingan
bagi anak dengan masalah daya ingat.
a)
Ajarkan menggaris bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing
ingatan. Guru harus memberi tahu siswa cara memilih kalimat dan istilah kunci
untuk diberi garis bawah.
b)
Perbolehkan menggunakan alat bantu
memori. Karena alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat
dan bisa jadi juga sebagai alat pengajaran.
c)
Biarkan siswa yang mengalami masalah
sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran.
Misalnya dengan membagi tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes
kemampuan penguasaan lebih sering.
d)
Ajarkan siswa untuk berlatih
mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah
pelajaran disampaikan.
3)
Bimbingan
bagi anak dengan masalah kognisi.
a)
Berikan
materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”. Ini berguna
untuk untuk mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan suatu pertanyaan
mengenai materi baru.
b)
Menunda
ujian akhir dan penilaian. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka
sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan
cara terbaik.
c)
Tempatkan
siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”. Siswa
biasanya memiliki perasaan akan gagal berbagai hal yang mereka lakukan.
Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan kepercayaan diri bagi siswa ini
merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya.
4)
Bimbingan
bagi anak dengan masalah social dan emosional
a)
Buatlah
sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses. Siswa
berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan dikelas dan merasa ikut
serta di dalamnya. Jangan sampai mereka merasa tidak memilki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain.
b)
Membentuk
kesadaran tentang diri dan orang lain. Membantu siswa menjadi lebih
mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan kesempatan yang
berarti bagi perkembangan sosial dan emosional.
c)
Mengajarkan
sikap positif. Ketika siswa berkesulitan belajar menjadi lebih sadar
terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan
orang lain, mereka akan merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara
membentuk hubungan yang baik dan lebih positif.
d)
Minta
bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan
bantuan.
9. Anak Autis
Autisme berasal dari kata “autos”
yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus
psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan
sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup
di “alamnya” sendiri.
Autisme adalah
gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak
pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga
mengakibatkan anakpenyandang
autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang
komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai
ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan definisi autisme adalah gejala menutup diri
sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar,
merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan
akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial,
tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Autisme atau autisme infantil (Early
Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang
psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala
psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom
Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang
kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi
orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.
Gejala-gejala anak autis tampak sejak lahir, biasanya sebelum anak berusia 3
tahun.
Berikut beberapa gejala-gejala anak autis:
a.
Tidak bermain dengan teman sebaya
dengan cara yang sesuai
b.
Terlambat bicara/tak bisa bicara
tanpa kompensasi penggunaan isyarat
c.
Penggunaan bahasa yang berulang
d.
Minat yang terbatas dan abnormal
dalam intensitas dan fokus
e.
Sensitifitas berlebihan /kurang
sensitif
f.
Terdapat bakat-bakat dibidang
membaca, aritmatika, menggambar, mengeja, olahraga, komputer
Beberapa lembaga pendidikan
(sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut :
a.
Anak Autis di sekolah Normal dengan
Integrasi penuh.
b.
Anak Autis di sekolah Khusus.
c.
Anak Autis di SLB.
d.
Anak Autis hanya menjalani terapi
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dari pembahasan dan uraian materi diatas, Kami
menyimpulkan beberapa poin :
·
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai
kebutuhan baik permanen maupun sementara.
·
Pendidikan inklusif akan melibatkan sejumlah besar anak
yang masuk sekolah, termasuk di dalamnya anak berkebutuhna khusus. Dengan
demikian kelas yang inklusif akan menjadi kelas yang beragam. Pemahaman
terhadap anak berkebutuhan khusus sangatlah penting dalam pendidikan inklusif.
·
kelompok sasaran dalam
pendidikan inklusif itu bukan anak yang berkelainan saja tapi meliputi sebagian
besar anak yang belajar. oleh karenanya sekolah hendaknya mengakomodasi semua
anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun
kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak,
termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,dkk,Bimbingan
Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Upi Press
Winda, andria, dalam situs nya anak berkebutuhan khusus
(diakses pada 23 Mei 2015)
Abdul Salim Chairi, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara
Inklusif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik.
Bandung: Alfabeta.
IG.A.K.Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Ihsan.
2009. Karakteristik Anak Berkebutuhan
Khusus. Diakses dari http://ihsan.com/artikel/karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus.html pada tanggal 23 Mei 2015.
Sutratinah
Tirtonegoro. 2001. Anak Supernormal
dan Program Pendidikannya. Yogyakarta: Bumi Aksara
[1] Drs.hidayat,dkk,Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Upi Press
[2] Winda, andria, dalam situs nya anak
berkebutuhan khusus (diakses pada 23 Mei
2015)
[3] Drs.hidayat,dkk,Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Upi Press
[4] Ibid, hlm 2
Hello Good People!
BalasHapusBEMF Psikologi Universitas Gunadarma proudly present the last and biggest event "Psychology Innovation in Art, Social and Education (PIASE) 2016
PIASE 2016 bertemakan "Let Your Mind Be Colored", adalah suatu rangkaian acara seni yang berlandaskan adanya unsur sosial dan edukasi yang dapat memberikan kelengkapan pemenuhan fungsi indera manusia yang mencangkup proses visual, auditori dan sensoris.
PIASE 2016 memiliki berbagai rangkaian acara yaitu:
1. Singing Competition
2. Talkshow Musik
3. Talkshow Anak Berkebutuhan Khusus
4. Psychology Village (COMING SOON)
5. Closing Stage (COMING SOON)
Want to know more? Don't forget to follow us on our media social accounts!
Line Official: @jgh7002f
Instagram: @piase_UG2016
Twitter: @piase_UG2016
Path: PIASE UG 2016
Facebook: PIASE GUNADARMA
#PIASE2016 #SATUPSIKOLOGI