Minggu, 04 Januari 2015

TASAWUF

Bab I
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Menurut al-Dzahabi, istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3 hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang masihi asal Persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (maẖabbah) kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Adapun tasawuf baginya adalah mengambil kebenaran-kebenaran hakiki. Tesis ini kemudian menjadi suatu asas dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Beberapa tokoh lainnya yang muncul pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w. 243 H) dan Dzunnun al-Misri (w. 245 H).
                      
     Tasawuf kemudian semakin berkembang dan meluas ke penjuru dunia Islam pada abad ke-4 dengan sistem ajaran yang semakin mapan. Belakangan, al-Ghazali menegaskan tasawuf atau  maẖabbatullah (cinta kepada Allah) sebagai keilmuan yang memiliki kekhasan tersendiri di samping filsafat dan ilmu kalam. Pada abad ke-4 dan ke-5 hijriyah inilah konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para fuqaha’. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi dan disiplin spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha’ sebagai kafir, zindiq dan menyelisihi aturan-aturan syari’at. Konflik ini terus berlanjut pada abad berikutnya, terlebih lagi ketika corak falsafi masuk dalam tradisi keilmuan tasawuf dengan tokoh-tokohnya seperti Ibn al-’Arabi dan Ibn al-Faridh pada abad ke-7 H. Realitas inilah yang kemudian menimbulkan pembedaan dua corak dalam dunia tasawuf, yaitu antara tasawuf ‘amali (praktis) dan tasawuf nazari (teoritis). Tasawuf praktis atau yang disebut juga tasawuf sunni atau akhlaki merupakan bentuk tasawuf yang memagari diri dengan al-Qur’an dan al-Hadits secara ketat dengan penekanan pada aspek amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat. Sedangkan tasawuf teoritis atau juga disebut tasawuf falsafi cenderung menekankan pada aspek pemikiran metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.
    
     Di antara tokoh yang dianggap sebagai pembela tasawuf sunni adalah al-Haris al-Muhasibi (w. 243H/858 M), al-Junaidy (w. 298/911), al-Kalabadzi (385/995), Abu Talib al-Makki (386/996), Abu al-Qasim Ab al-Karim al-Qusyairi (465/1073), dan al-Ghazali (505/1112). Sedangkan tokoh yang sering disebut sebagai penganut tasawuf falsafi adalah Abu Yazid al-Bustami (261/875), al-Hallaj (309/992), al-Hamadani (525/1131), al-Suhrawardi al-Maqtul (587/1191) dengan puncaknya pada era Ibn ‘Arabi.

     Kemunculan pemikiran tasawuf adalah sebagai reaksi terhadap kemewahan hidup dan ketidak pastian nilai. Tetapi secara umum tasawuf pada masa awal perkembangannya mengacu pada tiga alur pemikiran: (1) gagasan tentang kesalehan yang menunjukkan keengganan terhadap kehidupan urban dan kemewahan; (2) masuknya genostisisme Helenisme yang mendukung corak kehidupan pertapaan daripada aktif di masyarakat; dan (3) masuknya pengaruh Buddhisme yang juga memberi penghormatan pada sikap anti-dunia dan sarat dengan kehidupan asketisme. Terdapat 3 sasaran antara dari tasawuf: (1) pembinaan aspek moral; (2) ma’rifatullah melalui metode kasyf al-hijab dan (3) bahasan tentang sistem pengenalan dan hubungan kedekatan antara Tuhan dan makhluk. Dekat dalam hal ini dapat berarti: merasakan kehadiran-Nya dalam hati, berjumpa dan berdialog dengan-Nya, ataupun penyatuan makhluk dalam iradah Tuhan.

     Dari segi sejarah, sufisme sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat: (1) sufisme sebagai semangat atau jiwa yang hidup dalam dinamika masyarakat muslim; (2) sufisme yang tampak melekat bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya. Perluasan wilayah kekuasaan Islam tidak semata-mata berimplikasi pada persebaran syiar Islam melainkan juga berimbas pada kemakmuran yang melimpah ruah. Banyak di kalangan sahabat yang dahulunya hidup sederhana kini menjadi berkelimpahan harta benda. Menyaksikan fenomena kemewahan tersebut muncul reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar al-Ghifari, Sa’id bin Zubair, ‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari perilaku hedonistic yang menguat pada masa kekuasaan Umayyah.
     Disintegrasi sosial yang parah mempengaruhi umat mencari pedoman doktrinal yang mampu memberi mereka ketenangan jiwa dan sekaligus memberi kesadaran yang mengukuhkan ikatan yang damai sesame muslim di antara mereka. Secara garis besar perkembangan tarekat dapat dibaca melalui tiga tahapan berikut: (1) khanaqah, yakni terbentuknya komunitas syaikh-murid dalam aturan yang belum ketat untuk melakukan disiplin-disiplin spiritual tertentu. Gerakan yang bercorak aristokratis ini berkembang sekitar abad ke-10 M; (2) tariqah, yakni perkembangan lebih lanjut di abad berikutnya dimana formulasi ajaran-ajaran, peraturan dan metode-metode ketasawufan mulai terbentuk mapan; (3) taifa, yakni masa persebaran ajaran dan pengikut dari suatu tarekat yang melestarikan ajaran syaikh tertentu.

     Tharikat adalah lembaga tempat berhimpunnya orang-orang yang melalui ikatan hirarkis tertentu sebagai murshid-murid, menjalani disiplin-disiplin spiritual tertentu untuk menemukan kejernihan jiwa dan hati. Varian tarekat dapat disejajarkan sebagai mazhab dalam bidang tasawuf sebagaimana muncul pula varian-varian mazhabi dalam bidang pemikiran kalam dan fikih.

B.     Rumusan masalah
a.       Apa Pengertian tasawuf ?
b.      Apa Dasar-dasar tasawuf ?
c.       Bagaimana Karakteristik tasawuf ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini merupakan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah pengantar studi islam dan untuk  melatih kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan tugas   serta meningkatkan kemampuan mahasiswa pada mata kuliah ini terutama pada materi tasawuf.



Bab II
Pembahasan
A.       Pengertian tasawuf
Secara bahasa, terdapat sejumlah istilah yang dihubungkan oleh para ahli untuk menjelaskan arti tasawuf. istilah tentang tasawuf, yaitu :
1.      Shafa (suci). Bersih atau jernih karena kesucian batin kaum sufi, kebersihan tindakan dan keikhlasannya. mempunyai iman yang kuat,jiwa bersih,ikhlas, dan senantiasa memilih barisa
2.      Shaff (barisan).kaum shufi n yang paling depan dalam shalat berjamaah atau perang suci.
3.      Shuffah (serambi tempat duduk). Yaitu serambi masjid nabawi dimadinah yang disediakan untuk orang-orang yang belum mempunyai tempat tinggal dan kalangan muhajirin dimasa Rasulullah SAW. Mereka biasa dipanggil ahli shuff (pemilik serambi) karena di serambi itulah mereka bernaung.
4.      Teosophi (yunani: theo; shopos: hikmah) : hikmah /kearifan ketuhanan.
5.       Shuf (bulu domba) : kaum sufi biasa menggunakan pakaian dari bulu domba yang kasar, sebagai lambing akan kerendahan hati mereka, juga untuk menghindari sikap sombong dihatinya, disamping untuk menenangkan jiwa, serta meninggalkan usaha-usaha duniawi.
6.      Shufanah. Sebutan nama kayu yang bertahan tumbuh dipadang pasir.

·         Pengertian Tasawuf Secara Terminologi(Istilah)

Pengertian tasawuf menurut istilah atau terminologi pun diartikan secara
variatif oleh para ahli sufi, berikut adalah Pengertian Tasawuf  Menurut
Para Ahli :
a.      Imam Junaid dari Baghdad (m. 910)
mendefinisikan tasawuf sebagai keberadaan bersama Allah swt tanpa adanya penghubung. “mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat sifat rendah’’, menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah swt dan mengikuti syari’at Rasulullah saw.


b.      Syekh Muhammad Al-Kurdi
Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahuai
hal ihwal(perbuatan) kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihakannya dari(sifat-sifat yang buruk) dan mengisinya
dengan sifat-sifat terpuji, cara Melakukan suluk, melangkah menuju
keridhaan allah dan meningglkan larangannya menuju larangannya.
Orang sufi menurut Al-Kurdi yaitu orang yang hatinya jernih, terhindar dari kehidupan buruk, dan senantiasa terisi oleh Nur ilah, sehingga kemurnian hatinya bagaikan emas.
c.       Imam Ghazali
Imam ghozali dalam kitab Ihya’ ulumuddin, Tasawuf adalah ilmu
yang membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Tasawwuf adalah budi pekerti barang siapa yang
memberikan budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas
dirimu dalam bertasawuf , maka hamba yang jiwanya menerima
(perintah) untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan
suluk dengan suluk dengan nur (petunjuk) islam dan ahli zuhud yang
jiwanya menerima (Perintah) untuk melakukan beberapa akhlaq
(terpuji), karena mereka telah melakukan suluk nur dengan nur
(petunjuk) imannya.
d.      Mahmud amin An-Nawawi
mengemukakan pendapat Al-Junaid al-Baqhdadi yang mengemukakan.tasawuf adalah memelihara(menggunakan) waktu . kemudian berkata: seorang hamba tidak akan menekuni ( amalan tasawuf ) tanpa aturan, (menganggap )
tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju kepada tuhan-Nya dan
merasa tidak berhubungan ( dengan tuhannya) tanpa
menggunakan waktu (untuk beribadah kepada t uhan-Nya).
e.       Sa- Suhrawardi
mengemukakan pendapat ma’ruf Al-Karakhy yang
Mengatakan tasawuf adalah mencari hakekat dan meninggalkan sesuatu
yang ada ditangan makhluk (kesenangan duniawi).
f.       Harun Nasution
mengemukakan bahwa tasawuf mengemukakan kata yang bisa dihubungkan dengan kata tasawuf ada 4 yaitu Ashabus Suffah( orang-orang yang ikut nabi pindah kemadinah) Saf (barisan) sufi ( suci ) suf ( wol) semua itu bisa dihubungkan dengan tasawwuf . As-Habus Suffah ialah orang-orang muslim mekkah yang ikut Nabi hijrah kemadinah dan ia tidak mempunyai harta apapun terkecuali iman, mereka tidak punya rumah sehingga ia tidur di depan masjid madinah dengan mamakai selimut . Dari sinilah muncullah istilah tasawwuf yang menggambarkan hidup kepasraan para sahabat dalam menjalani hidup yang serba
kekurangan.
g.      Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m. 1258)
 syekh sufi besar dari Afrika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai “praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri
kepada jalan Tuhan” 3).
h.      Sahal al-T ustury (w 245)
mendef inisikan tasawuf dengan “ orang yang hatinya jernih dari kotoran, penuh pemikiran, terputus hubungan dengan manusia, dan memandang antara emas dan kerikil” 4).
i.        Syeikh Ahmad Zorruq (m. 1494)
dari Maroko mendef inisikan tasawuf sebagai berikut :
“Ilmu yang denganya anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan anda tentang jalan islam, khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal anda dan menjaganya dalam bat as-bat as syariat islam agar kebijaksanaan menjadi nyata”
j.        Al-Syibli
 Tasawuf ialah mengabdikan diri kepada Allah SWT tanpa keluh kesah.
k.      Samnun
Tasawuf adalah engkau merasai engkau tidak memiliki suatupun didunia ini, dan engkau tidak dimiliki oleh siapapun dikalangan mahluk di dunia ini.
l.        Al-Juarairi
Tasawuf adalah berahlak dengan ahlak yang t inggi dan meninggalkan perilaku keji.
m.    Ahmad Amnun
 Tasawuf adalah ketekunan dalam ibadah,hubungan langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, berlaku zuhud t erhadap yang diburu orang banyak dan menghindarkan diri dari mahluk di dalam kholwat untuk beribadah.
n.      Ibnu Kaldum
dalam buku Munajat Suf i, T asawuf adalah sebagian ilmu dari ajaran islam yang bertujuan agar seseorang tekun beribadah dan memutuskan hubungan selain Allah hanya menghadap Allah semata, menolak hiasan-hiasan duniawi, serta membenci sesuatu yang memperdaya manusia dan menyendiri menuju jalan Allah dalam Kholwat untuk beribadah.
o.      Abu yazid Al-Bustami (w.261 H /875 M)
Pencetus teori fana’, baqa’ dan itihad dalam tasawuf mengemukakan bahwa tasawuf meliputi 3 aspek yaitu :
1.      Takhalli : mengosongkan diri dari ahklak tercela
2.      Tahalli  : menghiasi diri dengan akhlak terpuji
3.      Tajalli   : mengalami kenyataan ketuhanan
p.       Ibrahim Basyuni
Sarjana muslim berkebangsaan mesir setelah mengemukakan 40 definisi tasawur termasuk beberapa definisi yang telah dikemukakan yaitu :
1.      Al-bidayah   : pemahaman tasawuf pada tingkat permukaan yaitu menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitra kepada yang maha mutlakk.
2.      Al-mujahadah  : pemahaman tasawuf pada pengalaman yang didasarkan pada kesungguhan yaitu, yang lebih menonjolkan akhlak dan amal dalam pendekatan diri kepada Allah swt.
3.      Al-madzaqat   :  pengalaman batin dan perasaan keberagaman, terutama dalam mendekati dzat yang mutlak.

Kesimpulan pengertian diatas, bahwa Tasawuf adalah sebagian Ilmu ajaran islam yang membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada Allah, seperti berakhlak yang tinggi ( mulia ).,tekun dalam beribadah tanpa keluh kesah.,memutuskan hubungan selain Allah karena kita merasai tidak memiliki suatu apapun didunia ini dan kita tidak dimiliki oleh siapapun di kalangan makhluk.,menolak hiasan-hiasan duniawi seperti kelezatan dari harta benda yang biasa memperdaya manusia, dan menyendiri menuju jalan Allah dalam Kholwat ( mengasingkan diri dari keramaian dunia ) untuk beribadah.
Secara sederhana, bahwa Tasawuf adalah suatu sistem latihan dengan kesungguhan (riyadlah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.
Secara sempitnya, tasawuf adalah  kesadaran murni yang mengarakan jiwa secara benar kepada amal dan aktivitas yang sungguh-sungguh dan menjauhkan diri dari keduniaan dalam mendekatkan diri kepada Allah swt untuk mendapatkan perasaan dalam berhubungan dengannya. 


B.     Dasar-Dasar Tasawwuf
Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan
kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian
besar dari kalangan sahabat dan tabi’in.

Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur’an dan Hadis-hadis
Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri,
bertawakkal kepada Allah Swt , takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.

Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat -ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firrman Allah dalam al-Qur’an yang Artinya: “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat ”. (Q.S Asy-Syuura [42] : 20).

Diantara nash-nash al-Qur’an yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam Q.S al-Hadid [57] ayat : 20 yang Art inya: “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Ayat ini menandaskan bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya hawa nafsu mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dansegala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan (anak dan cucu). Akan tetapi semua hal tersebut bersifat sementara dan dapat menjadi penyebab
utama terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mencukupkan bagi dirinya cukup Allah mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melalaikan tersebut .

Ayat al-Qur’an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat -ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu’min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat -ayat al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis mencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah dalam Q.S at h-Thalaq [65] ayat : 3 yang Artinya: “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.
                                                  
Diantara ayat -ayat al-Qur’an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat -ayat yang berbicara tentang rasa takut kepada Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam Q.S as-Sajadah [ ] ayat : 16 yang berbunyi : yang Artinya: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap. Maksud dari perkataan Allah Swt : “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam”. Terdapat banyak ayat yang berbicara tentang urgensi rasa takut dan pengharapan hanya kepada Allah semata akan tetapi penulis cukupkan pada kedua ayat terdahulu. Diantara ayat -ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura’ny yang menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya: Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.(Q.S al-Isra’ [17] ayat : 79 yang Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (wakt u) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. (Q.S al-Insan [76] ayat : 25-26) yang Artinya: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”
Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan rahmat , ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah.

Selain daripada hal-hal yang telah penulis uraikan sebelumnya, diantara pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan
keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman Allah swt dalam Q.S at -Taubah
ayat : 24 yang Artinya: ”Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan t empat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di
jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya”. dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.

Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan t erhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya harus menjadi prioritas utama di atas segala hal, bahkan
kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu, anak, istri, keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan mendambakan tempat  terbaik diakhirat hendaknya menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya.

C.     Karakteristik Tasawuf
          Tasawuf diartikan sebagai pengalaman mistik, suatu kondisi pemahaman yang dapat tersingkapnya realitas mutlak. Pemahaman tersebut berasal dari pengtahuan yang bersifat ilham yang menyusup kedalam lubuk hati.
Pengalaman tasawuf yaitu suatu kondisi perasaan dan pengalaman yang cepat sirna, walaupun dapat menimbulkan kesan yang sangat kuat dan mendalam, sebaliknya pengalaman inipun juga menunjukan suatu kondisi pasif. Seseorang tidak mungkin dapat menumbuhkan kondisi tersebut sekehendak hatinya, sebab dari segi mistinya justru pengalaman tasawuf ini tampak seolah-olah tunduk dibawah suatu kekuatan supra natural.
        Abul wafa Al-Ghanimi At-tafizani ahli filsafat islam dan tasawuf juga dosen Universitas Cairo menyampaikan pendapatnya bahwa ciri um um tasawuf yaitu tasawuf memiliki nilai-nilai moral yang tujuannya membersihkan jiwa yang hanya dapat diperoleh melalui latihan fisik-psikis serta pengekangan diri dari pengaruh materialisme duniawi.
              Dengan berlatih secara terus dan intensif seorang sufi akan sampai pada kondisi psikis tertentu dimana ia tidak lagi merasakan adanya diri atau keakuannya. Bahkan ia merasa kekal abadi dalam realitas mutlak. Kehendaknya pun lebur dalam kehendak yang mutlak. Sehingga tersingkaplah rahasia segala sesuatu. Inilah pengalaman yang memberikan ketentraman dan kebahagiaan pada seorang sufi. Cirri tasawuf yang dipaparkan diatas, sebenarnya  merupakan cirri-ciri umum, yang mencakup segenap bentuk mistisme, baik yang ada dalam lingkungan islam maupun non islam. Cirri-ciri ini hanya dapat  diterapkan pada tasawuf yang matang dan sempurna. Sehingga sesuai apa yang dipaparkan Ibnu  Arabi pengetahuan dalam tasawuf bersifat pasti dan meyakinkan, bukan bersifat spekulatif. [1]
        Seperti dikatakan Ibnu Arabi, tasawuf hanya dikaruniakan Allah kepada para Nabi dan wali, karena merekalah yang telah mencapai puncak tertinggi proses penyucian rohaninya dalam mendekatkan diri kepada tuhan.
  Berdasarkan obyek dan sasarannya tasawuf diklasifikasi menjadi tiga macam yaitu :
1.      Tasawuf akhlaki yaitu tasawuf yang sangat menekan nilai-nilai etis (moral)
2.      Tasawuf amali yaitu tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah, tujuannya agar diperoleh penghayatan spiritual dalam stiap melakukan ibadah.
3.      Tasawuf falsafi yang menekankan pada masalah-masalah yang metafisik
      
D.    Maqamat dalam Tasawuf
   Ditinjau dari segi bahasa kata maqamat berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia, istilah ini pakai untuk arti jalan panjang secara berjenjang yang harus ditempuh oleh seseorang sufi untuk berada dekat dengan allah. Dalam kamus bahasa inggris kata maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga.
Maqamat dalam tasawuf menurut Abu Nasr As Sarraj dengan berurutan sebagai berikut : tobat,wara,zuhud,fakir,sabar,tawakal, ridha.
1.      Tobat
Kata taubah adalah bentuk mashdar dan berasal dari bahasa arab, yaitu taba, yatubu,taubatan yang artinya kembali, sedangkan tobat yang dimaksud oleh kelompok sufi yaitu memohon ampun kepada allah swt atas segala dosa dan kesalahan dan berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut lagi, kemudian diikuti dengan melakukan amal kebajikan. Artinya bukan tobat seperti makan cabe yang pedes. Dan orang biasa menyebut taubat Lombok.
2.      Wara’
Kata wara’ berarti saleh, yaitu menghindari diri dari perbuatan dosa atau menjauhi hal-hal yang tidak baik dan subhat. Dalam pengertian sufi, wara’ adalah menghindari jauh-jauh segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan  antara halal dan haram (sybhat).
3.      Zuhud
Dari segi bahasa kata zuhud biasa diartikan tidak ingin terhadap sesuatu yang bersifat keduniawian. Orang yang zuhud lebih mengutamakan dan sangat merindukan kebahagiaan hidup akhirat bahagia dan kekal serta abadi, dari pada mengejar kehidupan dunia yang fana.
4.      Fakir
Kata fakir dari segi bahasa artinya adalah orang yang berhajat, butuh, atau orang miskin, sedangkan dalam pandangan kaum sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari pada yang menjadi haknya, tidak banyak mengharap dan memohon rezeki, kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dalam rangka mendekatkan diri kepada allah.
5.      Sabar
Kata sabar dapat dimaknai menghindari diri dari hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dilarang Allah, ia tenang ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap perwira walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Dikalangan para sufi, sabar terdiri atas sabar dalam menjalankan perintah-perintah  Allah, sabar dalam menjauhi segala larangan nya, sabar dalam menerima segala cobaan-cobaan  yang ditimpahkan-Nya kepadanya
6.      Tawakal
Tawakal adalah penyerahan diri seorang hamba kepada Allah setelah ada usaha maksimal.
7.      Ridha
Kata ridha dari segi bahasa dapat diartikan rela,suka,senang. Harun Nasution mengatakan bahwa ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang qadha’ dan qadar Allah, menerima qadha’ dan qadar dengan hati senang, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira, merasa senang menerima malapetaka, sebagaimana merasa senang menerima nikmat, tidak meminta surge dari Allah, dan tidak meminta dijauhkan dari neraka, tidak berusaha sebelum turunnya qadha’ dan  qadar, serta tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya qadha’ dan qadar.

    Perjalanan  spiritual yang dilakukan seorang sufi dalam menemukan hakikat dan ma’rifat tersebut kadang-kadang mempunyai kecenderungan yang berbeda, sehingga muncullah beberapa tokoh sufi yang menonjol dalam pengalaman rohani  tertentu, seperti :
1.      Zuhud
   orang zuhud lebih mengutamakan dan sangat merindukan kebahagiaan hidup di akhirat bahagia dan kekal serta abadi, dari pada mengejar kehidupan  dunia yang fana. Diantara beberapa tokoh zuhud yang terkenal :
a.       Sa’id bin musyyab (91 h), murid dari Abu Hurairah ra.
b.      Hasan Bashri (21 h), ia lahir di madinah dan dibesarkan oleh keluarga yang shaleh dan memiliki pengetahuan agama yang dalam.
c.       Sufyan Ats-Tsaury, lahir di kuffah 97 H.
d.      Ibrahim bin Adham (w.165 H) lahir di Balkh, Persia, ia merupakan seorang pangeran muda yang menanggalkan baju kebesarannya, lalu terjun ke dunia zuhud.[2]
2.      Mahabbah
Tokoh mahabbah yang paling mashur yaitu Rabi’ah Al-adawiyah(w.185 H). ia dilahirkan di Basrah, hidupnya bermula sebagai seorang budak belian yang kemudian mengabdikan hidupnya dengan shalat dan berzikir sepanjang malam. Bagi rabi’ah, zuhud harus dilandasi dengan mahabbah (rasa cinta) yang mendalam, kepatuhan kepada Allah bukanlah tujuannya, karena ia tidak mengharapkan nikmat surge dan tidak takut adzab neraka, tetapi ia mematuhinya, karena rindu dan cinta kepadanya. Menurut rabi’ah, cinta dan rindu kepada ilahi mempunyai dua bentuk, yaitu cinta rindu dan cinta karena ia layak dicintai.
3.      Fana’ dan Baqa’(lewat penghancuran muncullah kekekalan)
   Dari segi bahasa  kata  fana’ artinya sirna, lebur atau hilang, sedangkan baqa’ artinya kekal, abadi dan senantiasa ada. Jadi ketika sufi mencapai maqom  ini ia merasa fana’ yaitu hilangnya sifat-sifat yang tercela dan munculnya sifat yang terpuji. Pendapat kaum orientalis, salah satu maqomat sufi al-fana dianggap ada persamaan dengan ajaran agama hindu tentang nirwana.
4.      Ittihad
Yang dimaksud dengan ittihad yaitu pengalaman batin akan kesatuan seorang sufi. Seorang sufi akan mabuk dalam kenikmatan bersatu dengan Allah. Dalam keadaan seperti ini tidak jarang muncul ucapan-ucapan yang sebagian orang dianggap aneh seperti kata-kata; Ana Al-haq (aku adalah Al-Haq), aku adalah yang satu. Kata-kata ini terlontar hanya seketika, karena merasa begitu menyatukan dengan yang Haq yaitu Allah SWT. Tokoh yang sangat popular dalam maqomat ittihad ini adalah Abu Yazi Al-bustami
5.      Hulul
Hulul tokohnya adalah mashur dalam hulul yaitu Abi mansyur Al-Hallaj, menurut pandangannya tingkat fana yang dicapai oleh para sufi bukan hanya membawanya kepada ittihad, tetapi lebih jauh lagi yaitu hulul. Hulul yaitu bertempatnya sifat ketuhanan  kepada kemanusiaan. Dalam hal ini, Al-Hallaj dipandang sebagai sufi controversial sehingga harus berakhir  di tiang gantungan.
6.      Wahdatul wujud
Teori ini berpijak dari pandangan, bahwa semua wujud hanya memiliki satu realitas, realitas tunggal itu ialah Allah swt. Adapun alam semesta yang serba ganda dan berbilang ini hanyalah wadah penampakan diri dari nama dan sifat-sifat Allah dalam wujud terbatas. Tokoh yang terkemuka dalam wahdatul wujud adalah Ibnu ‘Arabi.
Dari beberapa maqamat dan pengalaman sufi diatas, dapat kita teladani dalam hidup kesharian sesuai kapasitas kemampuan kita, dengan sendirinya akan bermuculan akhlak terpuji yang bisa membangun kehidupan bermasyarakat.

E.           Tasawuf dalam kehidupan modern
   Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah, salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begituh sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf  bagi mengatasi masalah modern adalah Husein Nasrh, menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat dikalangan masyarakat (termasuk masyarakat barat), karena mereka mulai merasakan kekeringan batin. Mereka mulia mencari –cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut diatas.
   
Mengapa sufisme perlu dimasyarakatkan pada mereka ? jawabnya terdapat tiga tujuan.:
     Pertama , turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyalmatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
Kedua, memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (batin) islam., baik terhadap masyarakat islam yang mulai melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap masyarakat barat.
Ketiga, memberikan  penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteric islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajran islam. Dalam hal ini Nashr menegaskan ‘’terikat’’ atau “jalan rohani” yang biasanya dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi  kedalaman dan kerahasiaan dalam islam, sebagaimana syariat berakar pada Al-quran dan Al-sunnah. Ia menjadi jiwa risalah, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar.
        Intisari  ajaran tasawuf sebagaimana paham mistisme dalam agama-agama lain, adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu bearada di hadirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan  kontemplasi , melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara ini. sikap dan pandangan sifistik ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami  jiwa yang terpecah, asalkan pandangan terhadap tujuan tasawuf tidak dilakukan secara ekslusif dan individual,  melainkan berdaya aplikatif dalam merespon berbagai masalah yang dihadapi.
                 Orang yang telah sampai pada tujuan tersebut diatas akan  selamat dari jeratan duniawi. Dengan demikian, seseorang yang tidak bisa melepaskan kaca mata ilmiahnya, lalu beralih pada penglihatan mata hatinya, maka sulitlah baginya menangkap bayang-bayang tuhan., mengadakan dialog dengannya. Seseorang  yang terbiasa menggukan analisis ilmiah terhadap obyek factual sulit padanya dirambati benang merah yang menghubungkan dirinya dengan titik pusat dalam rangka pendakian spiritual menuju ma’rifat. Yaitu suatu tahap tempat antara hamba dan tuhannya tidak ada lagi tabir menutup, sementara hati sang hamba telah dipenuhi dengan cinta yang membara, bukan rasa takut , terhadap tuhan. Pengalaman spiritual seperti ini telah dialami oleh Robi’ah al-Adawiyah  dengan mahabbaahnya, zun al-nun al-mishri dan Al-Ghazali dengan paham ma’rifatnya : Abu Yazid al-bustani dengan paham ittihadnya, al-hallaj dengan paham Hululnya dan Ibn Arabi dengan paham wahdatul Wujudnya.
    Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian, ia akan terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama.





































BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mata kuliah ini menerangkan tentang berbagai macam konsep studi islam, khususnya pada Tugas ini menjelaskan Tentang Tasawuf. Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
B.     Saran
Penulis banyak berharap para pembaca  bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca  pada umumnya.




DAFTAR PUSTAKA

·         Nata, Abuddin. 1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Press
·         Zidan, 2011, tasawuf, http://zidandemak.blogspot.com. Diakses Tanggal : 24 September 2014. Jam 18:50
·         Yusuf,2013, tasawuf, http://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.com. Diakses Tanggal : 24 September 2014. Jam 19:00




[1] Mulyadi,2005,hal 129-131
[2] (mulyadi,2005,hal 133)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar