Bab
I
Pendahuluan
A.
Latar
belakang
Menurut al-Dzahabi, istilah sufi
mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang
dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim
al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain
menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3
hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang masihi asal Persia. Tokoh ini
mengembangkan pemikiran bahwa cinta (maẖabbah) kepada Allah adalah
sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian
(mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Adapun tasawuf baginya adalah
mengambil kebenaran-kebenaran hakiki. Tesis ini kemudian menjadi suatu asas
dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Beberapa tokoh lainnya yang muncul
pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w. 243 H) dan Dzunnun
al-Misri (w. 245 H).
Tasawuf kemudian semakin berkembang dan meluas ke penjuru dunia Islam pada abad
ke-4 dengan sistem ajaran yang semakin mapan. Belakangan, al-Ghazali menegaskan
tasawuf atau maẖabbatullah (cinta kepada Allah) sebagai keilmuan
yang memiliki kekhasan tersendiri di samping filsafat dan ilmu kalam. Pada abad
ke-4 dan ke-5 hijriyah inilah konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan
para fuqaha’. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi dan disiplin spiritual
yang dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha’ sebagai kafir, zindiq dan
menyelisihi aturan-aturan syari’at. Konflik ini terus berlanjut pada abad
berikutnya, terlebih lagi ketika corak falsafi masuk dalam tradisi keilmuan
tasawuf dengan tokoh-tokohnya seperti Ibn al-’Arabi dan Ibn al-Faridh pada abad
ke-7 H. Realitas inilah yang kemudian
menimbulkan pembedaan dua corak dalam dunia tasawuf, yaitu antara tasawuf
‘amali (praktis) dan tasawuf nazari (teoritis). Tasawuf praktis atau yang
disebut juga tasawuf sunni atau akhlaki merupakan bentuk tasawuf yang memagari
diri dengan al-Qur’an dan al-Hadits secara ketat dengan penekanan pada aspek
amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat. Sedangkan tasawuf teoritis atau
juga disebut tasawuf falsafi cenderung menekankan pada aspek pemikiran
metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.
Di antara tokoh yang dianggap sebagai pembela tasawuf sunni adalah al-Haris
al-Muhasibi (w. 243H/858 M), al-Junaidy (w. 298/911), al-Kalabadzi (385/995),
Abu Talib al-Makki (386/996), Abu al-Qasim Ab al-Karim al-Qusyairi (465/1073),
dan al-Ghazali (505/1112). Sedangkan tokoh yang sering disebut sebagai penganut
tasawuf falsafi adalah Abu Yazid al-Bustami (261/875), al-Hallaj (309/992),
al-Hamadani (525/1131), al-Suhrawardi al-Maqtul (587/1191) dengan puncaknya
pada era Ibn ‘Arabi.
Kemunculan pemikiran tasawuf adalah sebagai reaksi terhadap kemewahan hidup dan
ketidak pastian nilai. Tetapi secara umum tasawuf pada masa awal
perkembangannya mengacu pada tiga alur pemikiran: (1) gagasan tentang kesalehan
yang menunjukkan keengganan terhadap kehidupan urban dan kemewahan; (2)
masuknya genostisisme Helenisme yang mendukung corak kehidupan pertapaan
daripada aktif di masyarakat; dan (3) masuknya pengaruh Buddhisme yang
juga memberi penghormatan pada sikap anti-dunia dan sarat dengan kehidupan
asketisme. Terdapat 3 sasaran antara dari tasawuf: (1) pembinaan aspek moral;
(2) ma’rifatullah melalui metode kasyf al-hijab dan (3) bahasan
tentang sistem pengenalan dan hubungan kedekatan antara Tuhan dan makhluk.
Dekat dalam hal ini dapat berarti: merasakan kehadiran-Nya dalam hati, berjumpa
dan berdialog dengan-Nya, ataupun penyatuan makhluk dalam iradah Tuhan.
Dari segi sejarah, sufisme sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat: (1) sufisme
sebagai semangat atau jiwa yang hidup dalam dinamika masyarakat muslim; (2)
sufisme yang tampak melekat bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk
kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya. Perluasan wilayah kekuasaan Islam tidak
semata-mata berimplikasi pada persebaran syiar Islam melainkan juga berimbas
pada kemakmuran yang melimpah ruah. Banyak di kalangan sahabat yang dahulunya
hidup sederhana kini menjadi berkelimpahan harta benda. Menyaksikan fenomena
kemewahan tersebut muncul reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar
al-Ghifari, Sa’id bin Zubair, ‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari
perilaku hedonistic yang menguat pada masa kekuasaan Umayyah.
Disintegrasi sosial yang parah mempengaruhi umat mencari pedoman doktrinal yang
mampu memberi mereka ketenangan jiwa dan sekaligus memberi kesadaran yang
mengukuhkan ikatan yang damai sesame muslim di antara mereka. Secara garis
besar perkembangan tarekat dapat dibaca melalui tiga tahapan berikut: (1) khanaqah,
yakni terbentuknya komunitas syaikh-murid dalam aturan yang belum ketat untuk
melakukan disiplin-disiplin spiritual tertentu. Gerakan yang bercorak
aristokratis ini berkembang sekitar abad ke-10 M; (2) tariqah, yakni
perkembangan lebih lanjut di abad berikutnya dimana formulasi ajaran-ajaran,
peraturan dan metode-metode ketasawufan mulai terbentuk mapan; (3) taifa,
yakni masa persebaran ajaran dan pengikut dari suatu tarekat yang melestarikan
ajaran syaikh tertentu.
Tharikat adalah lembaga tempat berhimpunnya orang-orang yang melalui
ikatan hirarkis tertentu sebagai murshid-murid, menjalani disiplin-disiplin
spiritual tertentu untuk menemukan kejernihan jiwa dan hati. Varian tarekat
dapat disejajarkan sebagai mazhab dalam bidang tasawuf sebagaimana muncul pula
varian-varian mazhabi dalam bidang pemikiran kalam dan fikih.
B.
Rumusan
masalah
a. Apa
Pengertian tasawuf ?
b. Apa
Dasar-dasar tasawuf ?
c. Bagaimana
Karakteristik tasawuf ?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini merupakan untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah pengantar studi islam dan
untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan
tugas serta meningkatkan kemampuan mahasiswa pada mata
kuliah ini terutama pada materi tasawuf.
Bab
II
Pembahasan
A.
Pengertian
tasawuf
Secara
bahasa, terdapat sejumlah istilah yang dihubungkan oleh para ahli untuk
menjelaskan arti tasawuf. istilah tentang tasawuf, yaitu :
1. Shafa
(suci). Bersih atau jernih karena kesucian batin kaum sufi, kebersihan tindakan
dan keikhlasannya. mempunyai iman yang kuat,jiwa bersih,ikhlas, dan senantiasa
memilih barisa
2. Shaff
(barisan).kaum shufi n yang paling depan dalam shalat berjamaah atau perang
suci.
3.
Shuffah (serambi tempat duduk). Yaitu
serambi masjid nabawi dimadinah yang disediakan untuk orang-orang yang belum
mempunyai tempat tinggal dan kalangan muhajirin dimasa Rasulullah SAW. Mereka
biasa dipanggil ahli shuff (pemilik serambi) karena di serambi itulah mereka
bernaung.
4.
Teosophi (yunani: theo; shopos: hikmah)
: hikmah /kearifan ketuhanan.
5.
Shuf (bulu domba) : kaum sufi biasa
menggunakan pakaian dari bulu domba yang kasar, sebagai lambing akan kerendahan
hati mereka, juga untuk menghindari sikap sombong dihatinya, disamping untuk
menenangkan jiwa, serta meninggalkan usaha-usaha duniawi.
6.
Shufanah. Sebutan nama kayu yang
bertahan tumbuh dipadang pasir.
·
Pengertian Tasawuf Secara
Terminologi(Istilah)
Pengertian tasawuf menurut istilah atau
terminologi pun diartikan secara
variatif
oleh para ahli sufi, berikut adalah Pengertian Tasawuf Menurut
Para Ahli :
a.
Imam Junaid dari
Baghdad (m. 910)
mendefinisikan
tasawuf sebagai keberadaan bersama Allah swt tanpa adanya penghubung. “mengambil
setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat sifat rendah’’, menjauhi hawa
nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran,
memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah swt dan
mengikuti syari’at Rasulullah saw.
b.
Syekh Muhammad Al-Kurdi
Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahuai
hal
ihwal(perbuatan) kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihakannya
dari(sifat-sifat yang buruk) dan mengisinya
dengan
sifat-sifat terpuji, cara Melakukan suluk, melangkah menuju
keridhaan
allah dan meningglkan larangannya menuju larangannya.
Orang
sufi menurut Al-Kurdi yaitu orang yang hatinya jernih, terhindar dari kehidupan
buruk, dan senantiasa terisi oleh Nur ilah, sehingga kemurnian hatinya bagaikan
emas.
c.
Imam Ghazali
Imam
ghozali dalam kitab Ihya’ ulumuddin, Tasawuf adalah ilmu
yang
membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada
Allah
SWT. Tasawwuf adalah budi pekerti barang siapa yang
memberikan
budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas
dirimu
dalam bertasawuf , maka hamba yang jiwanya menerima
(perintah)
untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan
suluk
dengan suluk dengan nur (petunjuk) islam dan ahli zuhud yang
jiwanya
menerima (Perintah) untuk melakukan beberapa akhlaq
(terpuji),
karena mereka telah melakukan suluk nur dengan nur
(petunjuk)
imannya.
d.
Mahmud amin An-Nawawi
mengemukakan
pendapat Al-Junaid al-Baqhdadi yang mengemukakan.tasawuf adalah memelihara(menggunakan)
waktu . kemudian berkata: seorang hamba tidak akan menekuni ( amalan tasawuf )
tanpa aturan, (menganggap )
tidak
tepat (ibadahnya) tanpa tertuju kepada tuhan-Nya dan
merasa
tidak berhubungan ( dengan tuhannya) tanpa
menggunakan
waktu (untuk beribadah kepada t uhan-Nya).
e.
Sa- Suhrawardi
mengemukakan
pendapat ma’ruf Al-Karakhy yang
Mengatakan
tasawuf adalah mencari hakekat dan meninggalkan sesuatu
yang
ada ditangan makhluk (kesenangan duniawi).
f.
Harun Nasution
mengemukakan
bahwa tasawuf mengemukakan kata yang bisa dihubungkan dengan kata tasawuf ada 4
yaitu Ashabus Suffah( orang-orang yang ikut nabi pindah kemadinah) Saf (barisan)
sufi ( suci ) suf ( wol) semua itu bisa dihubungkan dengan tasawwuf . As-Habus
Suffah ialah orang-orang muslim mekkah yang ikut Nabi hijrah kemadinah dan ia tidak
mempunyai harta apapun terkecuali iman, mereka tidak punya rumah sehingga ia tidur
di depan masjid madinah dengan mamakai selimut . Dari sinilah muncullah istilah
tasawwuf yang menggambarkan hidup kepasraan para sahabat dalam menjalani hidup
yang serba
kekurangan.
g.
Syekh Abul Hasan
asy-Syadzili (m. 1258)
syekh sufi
besar dari Afrika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai “praktik dan latihan
diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri
kepada
jalan Tuhan” 3).
h.
Sahal al-T ustury (w
245)
mendef
inisikan tasawuf dengan “ orang yang hatinya jernih dari kotoran, penuh
pemikiran, terputus hubungan dengan manusia, dan memandang antara emas dan kerikil”
4).
i.
Syeikh Ahmad Zorruq (m.
1494)
dari
Maroko mendef inisikan tasawuf sebagai berikut :
“Ilmu
yang denganya anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi
Allah, dengan menggunakan pengetahuan anda tentang jalan islam, khususnya fiqih
dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal anda dan menjaganya
dalam bat as-bat as syariat islam agar kebijaksanaan menjadi nyata”
j.
Al-Syibli
Tasawuf ialah mengabdikan diri kepada Allah
SWT tanpa keluh kesah.
k.
Samnun
Tasawuf
adalah engkau merasai engkau tidak memiliki suatupun didunia ini, dan engkau tidak
dimiliki oleh siapapun dikalangan mahluk di dunia ini.
l.
Al-Juarairi
Tasawuf
adalah berahlak dengan ahlak yang t inggi dan meninggalkan perilaku keji.
m.
Ahmad Amnun
Tasawuf adalah ketekunan dalam ibadah,hubungan
langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, berlaku zuhud t
erhadap yang diburu orang banyak dan menghindarkan diri dari mahluk di dalam
kholwat untuk beribadah.
n.
Ibnu Kaldum
dalam
buku Munajat Suf i, T asawuf adalah sebagian ilmu dari ajaran islam yang bertujuan
agar seseorang tekun beribadah dan memutuskan hubungan selain Allah hanya
menghadap Allah semata, menolak hiasan-hiasan duniawi, serta membenci sesuatu
yang memperdaya manusia dan menyendiri menuju jalan Allah dalam Kholwat untuk
beribadah.
o.
Abu yazid Al-Bustami (w.261 H /875 M)
Pencetus teori fana’, baqa’ dan itihad
dalam tasawuf mengemukakan bahwa tasawuf meliputi 3 aspek yaitu :
1. Takhalli : mengosongkan diri dari ahklak tercela
2. Tahalli : menghiasi diri
dengan akhlak terpuji
3. Tajalli : mengalami
kenyataan ketuhanan
p.
Ibrahim Basyuni
Sarjana muslim berkebangsaan mesir
setelah mengemukakan 40 definisi tasawur termasuk beberapa definisi yang telah
dikemukakan yaitu :
1. Al-bidayah : pemahaman
tasawuf pada tingkat permukaan yaitu menekankan kecenderungan jiwa dan
kerinduannya secara fitra kepada yang maha mutlakk.
2. Al-mujahadah : pemahaman
tasawuf pada pengalaman yang didasarkan pada kesungguhan yaitu, yang lebih
menonjolkan akhlak dan amal dalam pendekatan diri kepada Allah swt.
3. Al-madzaqat :
pengalaman batin dan perasaan keberagaman, terutama dalam mendekati dzat
yang mutlak.
Kesimpulan
pengertian diatas, bahwa Tasawuf adalah sebagian Ilmu ajaran islam yang
membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada Allah, seperti berakhlak
yang tinggi ( mulia ).,tekun dalam beribadah tanpa keluh kesah.,memutuskan
hubungan selain Allah karena kita merasai tidak memiliki suatu apapun didunia
ini dan kita tidak dimiliki oleh siapapun di kalangan makhluk.,menolak
hiasan-hiasan duniawi seperti kelezatan dari harta benda yang biasa memperdaya
manusia, dan menyendiri menuju jalan Allah dalam Kholwat ( mengasingkan diri
dari keramaian dunia ) untuk beribadah.
Secara
sederhana, bahwa Tasawuf adalah suatu sistem latihan dengan kesungguhan
(riyadlah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam
kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu
maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.
Secara sempitnya, tasawuf adalah kesadaran murni yang mengarakan jiwa secara
benar kepada amal dan aktivitas yang sungguh-sungguh dan menjauhkan diri dari
keduniaan dalam mendekatkan diri kepada Allah swt untuk mendapatkan perasaan
dalam berhubungan dengannya.
B.
Dasar-Dasar Tasawwuf
Para
pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan
kezuhudan sebagaimana yang
diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian
besar dari
kalangan sahabat dan tabi’in.
Kezuhudan
ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur’an dan Hadis-hadis
Nabi Saw yang
berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjauhkan diri dari kesenangan duniawi
yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri,
bertawakkal
kepada Allah Swt , takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan
dari-Nya dan lain-lain.
Meskipun
terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum
sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat -ayat Allah yang dijadikan landasan
akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firrman Allah dalam
al-Qur’an yang Artinya: “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat
akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan
di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada
baginya suatu bahagianpun di akhirat ”. (Q.S Asy-Syuura [42] : 20).
Diantara
nash-nash al-Qur’an yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa
berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam Q.S al-Hadid [57] ayat : 20
yang Art inya: “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan
dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Ayat ini menandaskan
bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari
amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat
kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya
hawa nafsu mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal
yang megah dansegala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga
dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan (anak dan cucu). Akan tetapi
semua hal tersebut bersifat sementara dan dapat menjadi penyebab
utama terseretnya
seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di
sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan,
sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mencukupkan bagi dirinya cukup
Allah mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melalaikan tersebut .
Ayat
al-Qur’an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat -ayat
yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu’min untuk senantiasa bertawakkal dan
berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta sebagai tempat menggantungkan
segala urusan, ayat -ayat al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut cukup
variatif tetapi penulis mencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut
yaitu firman Allah dalam Q.S at h-Thalaq [65] ayat : 3 yang Artinya: “Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.
Diantara ayat
-ayat al-Qur’an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan
kesufian adalah ayat -ayat yang berbicara tentang rasa takut kepada Allah dan hanya
berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam Q.S as-Sajadah [ ]
ayat : 16 yang berbunyi : yang Artinya: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya
dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap.
Maksud dari perkataan Allah Swt : “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya”
adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan
shalat malam”. Terdapat banyak ayat yang berbicara tentang urgensi rasa takut
dan pengharapan hanya kepada Allah semata akan tetapi penulis cukupkan pada
kedua ayat terdahulu. Diantara ayat -ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah
nash-nash Qura’ny yang menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam
bentuk bertasbih ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya:
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.(Q.S
al-Isra’ [17] ayat : 79 yang Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (wakt u)
pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan
bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. (Q.S al-Insan
[76] ayat : 25-26) yang Artinya: “Dan orang yang melalui malam hari dengan
bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”
Tiga ayat di atas
menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari
dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan
shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan
rahmat , ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam
tertinggi di sisi Allah.
Selain daripada
hal-hal yang telah penulis uraikan sebelumnya, diantara pokok-pokok ajaran
tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan
keikhlasan hal ini berlandaskan
kepada firman Allah swt dalam Q.S at -Taubah
ayat : 24 yang Artinya: ”Katakanlah:
“Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan t empat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai
dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di
jalan nya, Maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan Keputusan-Nya”. dan
Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik”.
Ayat ini menunjukkan
bahwa kecintaan t erhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya harus menjadi
prioritas utama di atas segala hal, bahkan
kecintaan kepada Allah dan
Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu, anak, istri,
keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi, atau dengan
kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan
mendambakan tempat terbaik diakhirat
hendaknya menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya.
C. Karakteristik Tasawuf
Tasawuf diartikan sebagai pengalaman
mistik, suatu kondisi pemahaman yang dapat tersingkapnya realitas mutlak.
Pemahaman tersebut berasal dari pengtahuan yang bersifat ilham yang menyusup
kedalam lubuk hati.
Pengalaman tasawuf
yaitu suatu kondisi perasaan dan pengalaman yang cepat sirna, walaupun dapat
menimbulkan kesan yang sangat kuat dan mendalam, sebaliknya pengalaman inipun
juga menunjukan suatu kondisi pasif. Seseorang tidak mungkin dapat menumbuhkan
kondisi tersebut sekehendak hatinya, sebab dari segi mistinya justru pengalaman
tasawuf ini tampak seolah-olah tunduk dibawah suatu kekuatan supra natural.
Abul wafa Al-Ghanimi At-tafizani ahli
filsafat islam dan tasawuf juga dosen Universitas Cairo menyampaikan
pendapatnya bahwa ciri um um tasawuf yaitu tasawuf memiliki nilai-nilai moral
yang tujuannya membersihkan jiwa yang hanya dapat diperoleh melalui latihan
fisik-psikis serta pengekangan diri dari pengaruh materialisme duniawi.
Dengan berlatih secara terus dan
intensif seorang sufi akan sampai pada kondisi psikis tertentu dimana ia tidak
lagi merasakan adanya diri atau keakuannya. Bahkan ia merasa kekal abadi dalam
realitas mutlak. Kehendaknya pun lebur dalam kehendak yang mutlak. Sehingga
tersingkaplah rahasia segala sesuatu. Inilah pengalaman yang memberikan
ketentraman dan kebahagiaan pada seorang sufi. Cirri tasawuf yang dipaparkan
diatas, sebenarnya merupakan cirri-ciri
umum, yang mencakup segenap bentuk mistisme, baik yang ada dalam lingkungan
islam maupun non islam. Cirri-ciri ini hanya dapat diterapkan pada tasawuf yang matang dan
sempurna. Sehingga sesuai apa yang dipaparkan Ibnu Arabi pengetahuan dalam tasawuf bersifat
pasti dan meyakinkan, bukan bersifat spekulatif. [1]
Seperti dikatakan Ibnu Arabi, tasawuf
hanya dikaruniakan Allah kepada para Nabi dan wali, karena merekalah yang telah
mencapai puncak tertinggi proses penyucian rohaninya dalam mendekatkan diri
kepada tuhan.
Berdasarkan obyek dan sasarannya tasawuf
diklasifikasi menjadi tiga macam yaitu :
1. Tasawuf
akhlaki yaitu tasawuf yang sangat menekan nilai-nilai etis (moral)
2. Tasawuf
amali yaitu tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah, tujuannya agar
diperoleh penghayatan spiritual dalam stiap melakukan ibadah.
3. Tasawuf
falsafi yang menekankan pada masalah-masalah yang metafisik
D.
Maqamat
dalam Tasawuf
Ditinjau dari segi
bahasa kata maqamat berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia, istilah
ini pakai untuk arti jalan panjang secara berjenjang yang harus ditempuh oleh
seseorang sufi untuk berada dekat dengan allah. Dalam kamus bahasa inggris kata
maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga.
Maqamat dalam tasawuf menurut Abu Nasr
As Sarraj dengan berurutan sebagai berikut :
tobat,wara,zuhud,fakir,sabar,tawakal, ridha.
1. Tobat
Kata taubah adalah bentuk mashdar dan
berasal dari bahasa arab, yaitu taba, yatubu,taubatan yang artinya kembali,
sedangkan tobat yang dimaksud oleh kelompok sufi yaitu memohon ampun kepada
allah swt atas segala dosa dan kesalahan dan berjanji dengan sungguh-sungguh
tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut lagi, kemudian diikuti dengan
melakukan amal kebajikan. Artinya bukan tobat seperti makan cabe yang pedes.
Dan orang biasa menyebut taubat Lombok.
2. Wara’
Kata wara’ berarti saleh, yaitu
menghindari diri dari perbuatan dosa atau menjauhi hal-hal yang tidak baik dan
subhat. Dalam pengertian sufi, wara’ adalah menghindari jauh-jauh segala yang
di dalamnya terdapat keragu-raguan
antara halal dan haram (sybhat).
3. Zuhud
Dari segi bahasa kata zuhud biasa diartikan
tidak ingin terhadap sesuatu yang bersifat keduniawian. Orang yang zuhud lebih
mengutamakan dan sangat merindukan kebahagiaan hidup akhirat bahagia dan kekal
serta abadi, dari pada mengejar kehidupan dunia yang fana.
4. Fakir
Kata fakir dari segi bahasa artinya
adalah orang yang berhajat, butuh, atau orang miskin, sedangkan dalam pandangan
kaum sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari pada yang menjadi haknya, tidak
banyak mengharap dan memohon rezeki, kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban
dalam rangka mendekatkan diri kepada allah.
5. Sabar
Kata sabar dapat dimaknai menghindari
diri dari hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dilarang Allah, ia tenang
ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap perwira walaupun sebenarnya
berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Dikalangan para sufi, sabar
terdiri atas sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, sabar dalam menjauhi segala larangan
nya, sabar dalam menerima segala cobaan-cobaan
yang ditimpahkan-Nya kepadanya
6. Tawakal
Tawakal adalah penyerahan diri seorang
hamba kepada Allah setelah ada usaha maksimal.
7. Ridha
Kata ridha dari segi
bahasa dapat diartikan rela,suka,senang. Harun Nasution mengatakan bahwa ridha
berarti tidak berusaha, tidak menentang qadha’ dan qadar Allah, menerima qadha’
dan qadar dengan hati senang, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga
yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira, merasa senang
menerima malapetaka, sebagaimana merasa senang menerima nikmat, tidak meminta
surge dari Allah, dan tidak meminta dijauhkan dari neraka, tidak berusaha
sebelum turunnya qadha’ dan qadar, serta
tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya qadha’ dan qadar.
Perjalanan
spiritual yang dilakukan seorang sufi dalam menemukan hakikat dan
ma’rifat tersebut kadang-kadang mempunyai kecenderungan yang berbeda, sehingga
muncullah beberapa tokoh sufi yang menonjol dalam pengalaman rohani tertentu, seperti :
1. Zuhud
orang zuhud lebih mengutamakan dan sangat merindukan kebahagiaan hidup
di akhirat bahagia dan kekal serta abadi, dari pada mengejar kehidupan dunia yang fana. Diantara beberapa tokoh
zuhud yang terkenal :
a. Sa’id
bin musyyab (91 h), murid dari Abu Hurairah ra.
b. Hasan
Bashri (21 h), ia lahir di madinah dan dibesarkan oleh keluarga yang shaleh dan
memiliki pengetahuan agama yang dalam.
c. Sufyan
Ats-Tsaury, lahir di kuffah 97 H.
d. Ibrahim
bin Adham (w.165 H) lahir di Balkh, Persia, ia merupakan seorang pangeran muda
yang menanggalkan baju kebesarannya, lalu terjun ke dunia zuhud.[2]
2. Mahabbah
Tokoh
mahabbah yang paling mashur yaitu Rabi’ah Al-adawiyah(w.185 H). ia dilahirkan
di Basrah, hidupnya bermula sebagai seorang budak belian yang kemudian
mengabdikan hidupnya dengan shalat dan berzikir sepanjang malam. Bagi rabi’ah,
zuhud harus dilandasi dengan mahabbah (rasa cinta) yang mendalam, kepatuhan
kepada Allah bukanlah tujuannya, karena ia tidak mengharapkan nikmat surge dan
tidak takut adzab neraka, tetapi ia mematuhinya, karena rindu dan cinta
kepadanya. Menurut rabi’ah, cinta dan rindu kepada ilahi mempunyai dua bentuk,
yaitu cinta rindu dan cinta karena ia layak dicintai.
3. Fana’
dan Baqa’(lewat penghancuran muncullah kekekalan)
Dari segi bahasa kata
fana’ artinya sirna, lebur atau hilang, sedangkan baqa’ artinya kekal,
abadi dan senantiasa ada. Jadi ketika sufi mencapai maqom ini ia merasa fana’ yaitu hilangnya
sifat-sifat yang tercela dan munculnya sifat yang terpuji. Pendapat kaum
orientalis, salah satu maqomat sufi al-fana dianggap ada persamaan dengan
ajaran agama hindu tentang nirwana.
4. Ittihad
Yang dimaksud dengan
ittihad yaitu pengalaman batin akan kesatuan seorang sufi. Seorang sufi akan
mabuk dalam kenikmatan bersatu dengan Allah. Dalam keadaan seperti ini tidak
jarang muncul ucapan-ucapan yang sebagian orang dianggap aneh seperti
kata-kata; Ana Al-haq (aku adalah Al-Haq), aku adalah yang satu. Kata-kata ini
terlontar hanya seketika, karena merasa begitu menyatukan dengan yang Haq yaitu
Allah SWT. Tokoh yang sangat popular dalam maqomat ittihad ini adalah Abu Yazi
Al-bustami
5. Hulul
Hulul tokohnya adalah
mashur dalam hulul yaitu Abi mansyur Al-Hallaj, menurut pandangannya tingkat
fana yang dicapai oleh para sufi bukan hanya membawanya kepada ittihad, tetapi
lebih jauh lagi yaitu hulul. Hulul yaitu bertempatnya sifat ketuhanan kepada kemanusiaan. Dalam hal ini, Al-Hallaj
dipandang sebagai sufi controversial sehingga harus berakhir di tiang gantungan.
6. Wahdatul
wujud
Teori ini berpijak dari
pandangan, bahwa semua wujud hanya memiliki satu realitas, realitas tunggal itu
ialah Allah swt. Adapun alam semesta yang serba ganda dan berbilang ini
hanyalah wadah penampakan diri dari nama dan sifat-sifat Allah dalam wujud terbatas.
Tokoh yang terkemuka dalam wahdatul wujud adalah Ibnu ‘Arabi.
Dari beberapa maqamat
dan pengalaman sufi diatas, dapat kita teladani dalam hidup kesharian sesuai
kapasitas kemampuan kita, dengan sendirinya akan bermuculan akhlak terpuji yang
bisa membangun kehidupan bermasyarakat.
E.
Tasawuf
dalam kehidupan modern
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk
mengatasi masalah, salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah
dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu
tokoh yang begituh sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah modern adalah Husein
Nasrh, menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat dikalangan masyarakat
(termasuk masyarakat barat), karena mereka mulai merasakan kekeringan batin.
Mereka mulia mencari –cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah
tersebut diatas.
Mengapa sufisme perlu dimasyarakatkan
pada mereka ? jawabnya terdapat tiga tujuan.:
Pertama , turut
serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyalmatkan kemanusiaan dari kondisi
kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
Kedua,
memperkenalkan
literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (batin) islam., baik terhadap
masyarakat islam yang mulai melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap
masyarakat barat.
Ketiga,
memberikan
penegasan kembali bahwa sesungguhnya
aspek esoteric islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran islam, sehingga bila
wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajran
islam. Dalam hal ini Nashr menegaskan ‘’terikat’’ atau “jalan rohani” yang
biasanya dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi kedalaman dan kerahasiaan dalam islam, sebagaimana
syariat berakar pada Al-quran dan Al-sunnah. Ia menjadi jiwa risalah, seperti
hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar.
Intisari ajaran tasawuf sebagaimana paham mistisme
dalam agama-agama lain, adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan
disadari dengan tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu
bearada di hadirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan kontemplasi , melepaskan diri dari jeratan
dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara ini. sikap dan pandangan
sifistik ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang terpecah, asalkan pandangan
terhadap tujuan tasawuf tidak dilakukan secara ekslusif dan individual, melainkan berdaya aplikatif dalam merespon berbagai
masalah yang dihadapi.
Orang yang telah sampai pada tujuan tersebut diatas
akan selamat dari jeratan duniawi.
Dengan demikian, seseorang yang tidak bisa melepaskan kaca mata ilmiahnya, lalu
beralih pada penglihatan mata hatinya, maka sulitlah baginya menangkap
bayang-bayang tuhan., mengadakan dialog dengannya. Seseorang yang terbiasa menggukan analisis ilmiah
terhadap obyek factual sulit padanya dirambati benang merah yang menghubungkan
dirinya dengan titik pusat dalam rangka pendakian spiritual menuju ma’rifat.
Yaitu suatu tahap tempat antara hamba dan tuhannya tidak ada lagi tabir
menutup, sementara hati sang hamba telah dipenuhi dengan cinta yang membara,
bukan rasa takut , terhadap tuhan. Pengalaman spiritual seperti ini telah
dialami oleh Robi’ah al-Adawiyah dengan
mahabbaahnya, zun al-nun al-mishri dan Al-Ghazali dengan paham ma’rifatnya :
Abu Yazid al-bustani dengan paham ittihadnya, al-hallaj dengan paham Hululnya
dan Ibn Arabi dengan paham wahdatul Wujudnya.
Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar
memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan
budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan
pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian, ia akan terhindar dari
melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mata kuliah ini menerangkan tentang berbagai macam konsep studi
islam, khususnya pada Tugas ini menjelaskan Tentang Tasawuf. Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
B. Saran
Penulis
banyak berharap para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Nata, Abuddin. 1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Press
·
Zidan, 2011, tasawuf, http://zidandemak.blogspot.com.
Diakses Tanggal : 24 September 2014. Jam 18:50
·
Yusuf,2013, tasawuf, http://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.com.
Diakses Tanggal : 24 September 2014. Jam 19:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar